Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

More Life

Hai Sobat,kali ini diskusi kita bertajuk "Aku".
Tapi jangan langsung berpikir tentang puisi yang berjudul aku karya Chairil Anwar.
Ini tentang Aku...Kaupun juga Aku bagi dirimu sendiri.



Sobat,rasanya saya haus sekali,haus keceriaan dan pengalaman yang menyenangkan.
Entahlah terkadang otak kanan saya bergerak sangat cepat hingga saya kewalahan untuk mengendalikan.
 
Saya tercipta sebagai gadis yang suka petualangan,pengalaman baru,kehidupan berbeda, serta hal-hal lain yang tak biasa.
Saya merasa hidup saya kurang menyenangkan. Mengapa? Karena lingkungan tempat hidup saya sekarang dipenuhi orang-orang yang serius, ralat...orang-orang yang sangat serius. Mereka tidak bisa menikmati hidup dengan menyenangkan. Efeknya sekarang saya suka melihat film,baik animasi jepang / film india. Dulu juga suka tapi sekarang menjadi. Dengan film-film itu saya menemukan dunia dalam pikiran saya. Kata orang dunia khayalan / imajinasi. Ya memang! Tapi saya merasa film yang saya tonton memang menyenangkan karena mampu membuat otak kanan saya "makan".

Lingkungan saya adalah lingkungan yang membosankan, yang alurnya mudah ditebak, dan merupakan siklus berkepanjangan yang selalu diulang-ulang. Jika saya mencoba merubahnya maka saya justru jadi terlihat aneh karena pasti tidak ada yang bisa mengerti arti "hidup menyenangkan". Ya mungkin sebagian teman saya menikmati hidup dengan caranya sendiri termasuk mengikuti kehidupan borjuisme tapi saya rasa itu juga tetap membosankan.

Saya suka dunia yang hidup. Andai saja, dunia ini dipenuhi cinta. Tempat orang saling menyayangi,berbagi kasih, menolong satu sama lain. Dunia yang juga dipenuhi dengan musik,tarian,nyanyian....ekspresi yang mendalam.
Ups, ada lho yang menyebutnya "lebay"...tapi bagi saya itu menyenangkan. Hidup memang perlu diekpresikan dan tak ada salahnya kan jadi demikian...

Haaahh...suatu hari aku ingin memiliki teman seperti yang aku bayangkan,yang ceria dan menceriakan, yang menyenangkan dan membuat dunia senang, yang suka musik,tarian,nyanyian,yang tahu betapa dunia ini perlu diubah menjadi "lebih hidup"...
Lalu siapa dia??? Mungkin Anda? Atau dia? Get friendship and let's find our truly life...Maybe you're someone who I look for, if u someone who have same opinion with me, please come and let's change our bored life to "more life"

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jadi ratu??So What!



Kriiiiing…kriiiing……kriiing…..
“Emmmmhh…..berisik sekali!” Tiitt…”Hah????!Mampus…mampus aku!” Tergopoh aku bangun.Bagaimana tidak jam wekerku sudah menunjuk 2 angka yang hari ini serasa 2 makhluk aneh,beringas,dan amat menyeramkan. Jam 6!Sekarang sudah jam 6 padahal jam setengah 7 aku harusnya sudah tiba di sekolah atau jika tidak para seniorku yang telah menunggu-nunggu hari ini akan menjadikanku mangsa pertama mereka. Segera aku bergegas bangun dan menuju kamar mandi tanpa menghiraukan selimutku yang jatuh di lantai. Ya beginilah nasibku. Orang tuaku sibuk bekerja. Dua-duanya berada di luar kota. Aku adalah anak tunggal. Kami tak punya pembantu karena orang tuaku ingin aku mandiri selama mereka tidak ada di sini. Ahh, apapun alasannya bagiku mereka pelit. Menyewa pembantu saja tak mau padahal aku butuh seseorang utnuk membantuku di rumah ini.

Sampai di kamar mandi, aku mencari-cari peralatan mandiku. “Pasta gigi…aduh sikat gigiku mana pula!” Sudah tak ada waktu mencari pasta gigiku. Apalagi handukku! Tak masuk ingatan lagi kalau kemarin tegangan listrik di kepalaku sempat mencapai 200 volt gara-gara kucing liar yang masuk ke rumah dan menyeret-nyeret handukku hingga masuk kolam ikan kecil di depan kamar mandi. Ya meskipun kucing jorok itu tidak salah 100 % karena handuk aku taruh di atas kursi panjang dekat kolam. Aku lupa membawanya masuk karena setelah mandi siang kemarin,  aku duduk-duduk di kursi itu sambil melihat ikan-ikan koki dalam kolam sedang beraksi, tertarik aku melihat mulut mereka yang monyong itu. Tapi tetap saja kucing liar itu tak tahu diri, seenaknya saja mengambil barang orang lain, tak bertanggung jawab pula. Itu pelajaran pertama bahwa jangan pernah mengambil barang orang lain tanpa izin apalagi membiarkan barangnya kotor atau rusak, kalau seperti itu maka kamu adalah kucing!

Yah mau gimana lagi, pagi ini mandiku kurang afdol. Tak ada handuk, tak ada pasta gigi. Mandi saja hanya 5 menit. Secepat kilat aku memakai seragam abu-abu baruku, dasi, ikat pinggang, kaos kaki, dan sepatu. Lengkap aku pakai! Dan satu hal yang paling penting adalah accessories gila ala seniorku yang sepertinya sudah didesain sebagus mungkin untuk mempermalukan kami. Aku benci sekali masa-masa perpeloncoan seperti ini. Tapi mau tidak mau aku harus melalui ini untuk bisa memulai hari-hariku sebagai anak SMA di sekolah impianku ini, SMA 05 Pagi. SMA ini adalah SMA favorit di kota kami ini. Kota kami tidak begitu besar dan jika dilihat dari history pendidikannya, kota kami tidak teramat maju karena wilayah kami berada di perbatasan 2 kabupaten jadi bisa dibilang nanggung. Seperti itu juga kemampuan anak-anak di sini, nanggung.

Tanpa berpikir panjang aku langsung menyambar kunci motorku dan langsung cabut. Huhhh….hatiku berdebar-debar, takut juga. Apalagi jika membayangkan senior-seniorku yang wajahnya garang-garang itu. Aku sudah pernah melihat mereka. Itupun tanpa sengaja. Saat aku melakukan daftar ulang, tidak sengaja aku mendengar percakapan 2 cowok tengah ngobrol di depan pintu kamar kecil yang kebetulan aku sedang buang air kecil di dalamnya. Mereka sedang membicarakan hal-hal aneh untuk menjahili adik-adik kelas yang akan menjalani masa orientasi. Tapi lebih dari itu rencana yang terealisasi hari ini jauh lebih kejam dari rencana semula yang aku dengar. Rupanya mereka telah rapat besar-besaran dengan teman-teman mereka yang lain. Tentu saja ide 2 orang tak akan seberapa hebat jika dibandingkan ide puluhan orang. Dan sayangnya itu adalah ide gila yang diterapkan pada kami 3 hari ke depan.

Kurang 5 menit lagi acara dimulai. Aduh,dadaku makin nyeri rasanya. Pasti aku telat! Aku tidak membayangkan apa yang akan terjadi padaku nanti.

Huft…akhirnya sampai juga. Segera aku memarkirkan motorku dan aku berlari terbirit-birit menuju lapangan belakang, tempat pembantaian kami. Masih ngos-ngosan, aku tertegun. ”Lho kok sepi! Yang lain mana?! Apa jangan-jangan aku terlalu rajin ya. ” Belum sadar dengan keadaan yang terjadi aku sudah dikagetkan oleh suara keras di belakangku. ”Hey kamu!”  Duh, jantungku berhenti berdetak beberapa saat. Dengan takut aku menengok ke belakang dan ups, ada monster tinggi, besar, dan hitam sedang melotot seperti siap menerkamku. ”Ngapain kamu di situ, haahh??” Tak tahu harus berkata apa aku cuma bisa melakuakn 1 hal…senyum..cheaseesss…”Ehh..malah senyam-senyum! Berasa ganteng gitu kalau seperti itu!” Ups, salah lagi dech aku. Aku pikir cewek tinggi gendut dan hitam ini akan terkessan dengan pesona senyumanku tapi kok malah marah-marah. Belum lagi menghirup oksigen untuk perpanjangan hidup, sudah datang monster-monster lain.” Ada apa ini? Siapa dia Nad? Ohh, jangan-jangan tikus got yang nyasar ya?” “hahahaha” Duh mati aku kali ini. Jelas-jelas aku hari ini akan jadi santapan pagi mereka. Cara mereka menertawakanku sudah jelas sekali bahwa mereka sangat senang melihatku, tentu saja mereka sudah menemukan 1 cowok tolol yang siap mereka jahili dan permalukan.

Tidak lama setelahnya, aku digiring mereka ke suatu tempat. Tak tahu ke mana tapi yang jelas aku diajak pergi dari lapangan belakang sekolah. Aku berjalan di depan sedangkan mereka bertiga di belakangku menghardikku dengan suara keras mereka yang mirip sekali dengan lolongan anjing di telingaku. Aku yang seperti tahanan ini hanya menurut saja. Ya mau bagaimana lagi, tak apalah 3 hari ini aku manut saja. Daripada aku terkena masalah.

Tak lama, kami sampai di depan gedung besar yang sangat jelas aku tahu gedung apa itu. Itu adalah gedung stadion olahraga sekolah kami. Jangan-jangan teman-teman yang lain juga dibawa ke sana. Karena sejak aku tiba tadi aku tak melihat satupun orang di lapangan. Hebat sekali para seniorku itu! Kalau di dalam sini kami dibantai, memang sangat mirip dengan pembantaian koloni Belanda terhadap bangsa Indonesia kala itu. Dan kini giliran kami. Huft, mengapa ya budaya perpeloncoan seperti ini masih ada! Bagus memang untuk menyiapkan mental sebelum mengalami susah senang dalam masa-masa menuntut ilmu tapi kalau sudah ditangani orang-orang jahil seperti senior-seniorku itu, kami bisa hancur!

Krak…suara pintu dibuka dan benar adanya teman-temanku yang lain sudah di dalam sana. Sudah bisa dipastikan mereka amat mengenaskan. Di depanku nampak jelas arena pembantaian yang mengerikan. Tiap 3 orang dari kami dihadapkan dengan 7 orang senior. Mereka dijahili habis-habisan. Ada yang disuruh bernyanyi-nyanyi, menari, berteriak-teriak tidak jelas, melakukan adegan merayu senior, dan lain-lain. Para cewek cantik sebayaku kini berubah seperti boneka jailangkung yang wajahnya tak berbentuk. Rambut mereka dikepang banyak, tak tahu berapa jumlahnya, diikat dengan tali raffia warna-warni. Topi kertas bentuk kapal menempel di atas kepala mereka, belum lagi  wajah dilumuri tepung terigu yang membuat mereka nampak seperti badut ulang tahun. Itu belum seberapa karena jika melihat accessories ala senior yang menempel di sekujur baju mereka hingga ujung sepatu, mereka tentulah mirip tukang jualan barang-barang rumah tangga yang tak karuan apa saja barangnya. Dan ups, melihat kaum adam apalagi! Tak sanggup aku ceritakan. Yang jelas di sini benar-benar arena pembantaian kami.

Aku yang tadi sudah ketakutan melihat keadaan itu, sekarang makin takut karena aku harus siap menerima hukuman atas keterlambatanku tadi. Tak tahu siapa saja senior-senior di hadapanku itu tapi mereka menatapku tajam dan tatapan mereka sangat tidak bersahabat. Lima cowok senior di depanku, satu diantara mereka maju 3 langkah dan sepertinya dia mau mengumumkan sesuatu. ”Hey… semua! Perhatikan ke mari!” Semua manusia yang hidup,s etengah hidup, atau bahkan yang pura-pura hidup di tempat ini semua berhenti dari kegiatannya dan melihat ke arah seniorku itu. Oh tidak! Mata mereka lebih tertarik menatapku yang berada di belakang seniorku itu. Jelas! Mereka pasti merasa kasihan kepadaku. Jika boleh aku terka isi kepala mereka, pasti mereka ingin berkata,”Kasihan sekali anak itu.Tamatlah riwayatnya hari ini!” Rasanya tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini, yang jelas mereka akan menjahiliku.”Adik-adik semua beruntung sekali kita hari ini karena kita kedatangan artis beken. Kali ini dia akan menghibur kita semua dengan…” deg..hatiku makin tidak karuan. Artis beken apa! “Kita akan dihibur oleh artis kita ini dengan tarian perut!” dia melirikku sambil tertawa. Dan sontak, semua senior tertawa terbahak-bahak. Tari perut?? Gila! Aku harus bergoyang tidak jelas seperti itu! Rasanya ingin sekali melarikan diri saja aku. Sebagian teman-temanku tertawa, sedih, dan banyak pula yang tak sanggup melihatku. Mau tidak mau aku harus melakukannya. Setidaknya hari ini harus segera aku selesaikan!

Dua hari terlewati. Tinggal sehari ini aku akan terlepas dari kejahilan senior-seniorku. Dan siapa sangka, aku yang dari luar kota ini sekarang jadi artis beken di sekolahku,s etidaknya di mata senior dan teman-teman pembantaian. Ya,artis tari perut! Aku jadi terkenal gara-gara kejadian itu. Sekarang semua orang jadi kenal aku. Hari ini agak santai karena kami akan menerima materi di dalam ruangan dan outbond di luar kelas setelahnya. Aku mencoba menikmati saja. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok dan hari ini aku masuk dalam kelompok Elang yang anggotanya 40 orang, kebetulan ada 18 cewek dalam kelompok kami. Sejak sesi pertama hari ini, guru-guru di sekolah ini yang mengisi materi dan sejak tadi aku malas sekali menyimak. Bosan! Tiap sesi hanya ada 2 acara, materi dan tanya jawab. Dua-duanya membosankan! Setengah mengantuk aku mendengarkan sambil mataku setengah terbuka. Bukan cuma aku! Banyak temen yang lain begitu, kecuali beberapa orang sisanya. Kalau tiba sesi tanya jawab aku berpura-pura duduk tegap dan memperhatikan agar guru tidak menunjukku untuk menjawab pertanyaannya. Karena sudah jelas aku tak kan tahu jawabannya dan jika aku sampai ditanya, itu hanya kan mempermalukanku. Tapi kawan, sejak tadi aku memperhatikan seorang cewek. Dia aktif sekali! Sedari tadi dia yang paling banyak menjawab atau lebih tepatnya cuma dia yang bersimpati pada guru-guru dan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Jawabannya sangat detail, rapi, dan logis. Terlihat sekali kalau dia cewek yang sangat cerdas. Tambahan lagi, dia cantik dan senyumnya….ahh, sangat manis! Terlebih lagi dia berkerudung. Aku lihat di kelasku ini cuma ada 3 orang yang berkerudung dan dia salah satunya.

Tibalah waktu outbond. Aku lumayan suka dengan sesi ini, setidaknya di sini aku tidak mengantuk. Dan tahukah Kawan, di arena outbond ini ada lagi yang menarik perhatian. Sejak tadi dia tak luput dari pandangan senior-senior cowok. Ya,seorang cewek cantik. Agak genit memang tapi lumayan untuk cuci mata. Dan tak aku sangka bahwa hari ini adalah awal dari kisahku yang indah di sekolah ini, tentunya tak luput dari 2 cewek mempesona itu, sang miss brilliant dan ratu dandan.



Sejak awal aku masuk sekolah ini, aku sudah jadi korban senior. Sepertinya itu adalah tanda kesialanku di sekolah ini. Hari-hariku di sini sepertinya tidak ada hari yang membahagiakan. Prestasi biasa-biasa saja, tampang pun biasa-biasa saja. Apa yang bisa menjadi daya tarik diriku. Tak ada cewek yang mau melirikku. Kalaupun ada pastilah cewek-cewek aneh yang tidak laku di pasaran sehingga tinggal diobral saja dan naasnya hanya obralan saja yang bisa tertarik padaku.

Clara Aulia Diar, cewek paling brilliant di sekolah kami. Siapapun di sekolah ini pasti kenal dengannya. Dia adalah satu-satunya mawar di kebun yang semuanya ditumbuhi ilalang dan sayangnya aku adalah bagian dari ilalang itu. Clara adalah kebanggaan sekolah kami. Dia madu bagi sekolah kami. Selama dia bersekolah di sini kami tidak pernah takut kalah prestasi dengan sekolah lain. Kawan, prestasinya tak terhitung banyaknya. Apapun kompetisi, lomba, olimpiade yang diikuti sudah bisa dipastikan dialah yang menyabet gelar-gelar pemenang. Tak terhitung banyaknya piala yang dia sumbangkan pada pajangan kepala sekolah kami di ruangannya. Tak terhitung banyaknya pujian dari sana sini untuknya. Dan sudah sangat jelas dialah murid kesayangan semua guru di sini. Semua anak ingin jadi temannya tapi hanya sedikit saja yang mampu berteman dekat dengannya. Bukan karena dia sombong dan menutup diri tapi tak sedikit dari kami yang tak bisa mengerti tentang dirinya. Dalam hal akademik saja misalny,a tentu ada hal besar yang membuat kami tidak mampu saling mengerti. Bisa ditebak, bagi kami anak-anak biasa yang otaknya bebel pastilah sulit mengerti betapa encernya otak anak itu maka ia pun mungkin berpikir sama, betapa anehnya kami ini hal-hal mudah itu saja tak bisa menguasai. Huft, harus diakui bahwa aku juga termasuk kawanan burung-burung jalak yang hanya bisa makan kutu-kutu dari punggung kerbau. Aku pernah ngobrol-ngobrol dengan teman dekatnya dan aku semakin tahu bagaimana karakter seorang Clara. Yang jelas dia amat kesepian. Dia bagai burung emas dalam sangkar. Dia pun ingin seperti kami, berbahagia dengan hal-hal kecil tapi tak bisa! Sulit baginya menikmati hidup. Meski dia dipuja sana sini, dia tak merasakan bahagia yang sebenarnya. Dia merasakan ada hal-hal lain yang ingin dia temukan. Sebetulnya aku merasa kasihan juga dengannya. Pasti dia merasakan kesendirian yang tak terkira. Aku sering melihatnya menyapa orang lain bahkan tiap dia bertemu teman di sekolah, dia akan menyapa. Hanya saja tidak semua orang menganggap itu hal baik. Kebanyakan teman-teman tak mau menjawab sapaannya. Banyak alasannya, ada yang iri dan malas mejawab, ada yang merasa dipermainkan, ada yang merasa malu karena berbicara dengan orang hebat sepertinya, mungkin sebagian dari kami merasa rendah diri dan tak selevel dengannya. Duh tak tega aku melihat ekspresi wajahnya kalau sudah demikian! Ingin sekali aku menjadi temannya. Mungkin akan aku cari cara untuk mendekatinya.


Satu orang di sekolah kami yang menjadi musuh bebuyutan Clara ialah cewek centil yang merasa dirinya paling cantik sedunia yakni Findy Ragesia. Sebenarnya Clara tak pernah memusuhinya tapi Findy merasa jadi musuhnya. Findy selalu berusaha menyaingi Clara dalam hal apapun tapi dia selalu gagal. Dan itu menambah daftar alasan baginya untuk membenci Clara. Dalam hal financial, Findy jauh melebihi Clara. Dia memanfaatkan hal itu. Dia melakukan apapun untuk membuat hati Clara hancur. Tapi seperti sudah terukir jelas dalam pepatah lama, yang benar pasti selalu menang. Secara fisik, Findy memang menarik cowok-cowok, bahkan di sekolah kami, cowok-cowok berebut bisa jadi pacarnya. Bangga juga kan kalau punya pacar cantik. Ya itulah laki-laki, apalagi kami masih SMA. Bagi kami fisik adalah nomor satu. Tentu saja itu akan berbeda jika kami telah bertambah dewasa. Pilihan kami tentu akan mengacu lebih pada penilaian secara keseluruhan, terutama inner beauty. Berbeda sekali dengan kami para cowok SMA. Jika cewek sudah memenuhi ISO cewek cantik maka itu sudah cukup. Sejak aku mengenalnya, sejak SD dulu, Findy memang cewek idaman semua cowok. Dari dulu dia diperebutkan cowok-cowok. Dia terkenal di kalangan cowok karena parasnya yang menawan. Tentu saja reputasinya tinggi di kalangan cewek-cewek cantik. Bisa dibilang dialah primadona. Dan bisa dipastikan dialah ratu dari segala kontes yang berhubungan dengan fashion, make up, dan pernak-pernik wanita yang berhubungan dengan kecantikan. Dengan semua yang dia miliki itu Findy tumbuh menjadi cewek angkuh, sombong, dan sok cantik. Padahal jika dipikir-pikir di luar sana tentulah masih banyak cewek yang lebih cantik darinya. Hanya saja ini adalah kawasannya. Orang-orang di sini yang hanya menempuh pendidikan di daerah lokal dan tak pernah keluar pasti menganggap dialah paling istimewa. Ya,k ami semua adalah katak dalam tempurung yang tak tahu dunia luar. Jadi bagi kami, apapun yang terlihat indah adalah hal terindah yang ada di dunia, tentu saja dunia kami sendiri maksudnya.

Sebenarnya permusuhan yang terjadi diantara Findy dan Clara adalah karena hal sepele tapi rupanya Findy tak terima dengan apa yang terjadi. Akan aku ceritakan Kawan, saat mereka masih kelas X, mereka sama-sama ikut dalam English Club sekolah kami. Sejak awal pertemuan di klub tersebut, Clara memang jadi super star-nya.Waktu itu aku pun ikut pada acara pertama klub itu yakni berupa diskusi tentang hal-hal terkini dan tentunya acara perkenalan juga. Terpenting, tiap siswa yang berada di dalam ruangan itu harus siap berbahasa Inggris karena jangan harap bisa selamat dari rasa malu jika tak mampu menggunakan bahasa asing itu. Aku ingat ketika klub itu dibuka ada sekitar 50 anak yang mendaftar dan hadir dalam ruangan. Kami kemudian duduk di bangku yang telah diatur oleh pembina klub tersebut yakni berupa kursi-kursi yang diatur melingkar dan nanti yang duduk harus selang-seling cowok cewek. Hal ini dimaksudkan untuk memacu kami lebih bersemangat. Tentu saja ini membuatku sangat bersemangat karena bisa dekat cewek-cewek. Pada diskusi itu kami wajib berbicara satu persatu secara berurutan. Waktu itu aku duduk pada urutan tengah ya memang aku sengaja agar aku bisa mendapat giliran tengah-tengah. Findy dekat dengan pembimbing itu berarti dia akan mendapat giliran awal. Acara dibuka oleh kepala sekolah yang kemudian dilanjut pembimbing. Waktu itu kami belum mengenal Clara. lagipula kawan, aku beri tahu bahwa Clara adalah cewek luar kota yang bersekolah di sini. Jadi dia kaum minoritas di sekolah kami jika dilihat dari tempat asal. Ketika kepala sekolah masih berpidato sebagai pembuka klub itu ala Ir.Soekarno, wiihhh… teramat panjang bukan main dan membosankan, berbeda ‘kan dari Ir. Soekarno sebenarnya. Apalagi ditambah gayanya yang sok-sokan meniru Ir.Soekarno itu. Bukannya mirip malah tambah hancur. Dan itu membuat kami mengantuk. Sambil menghibur diri aku tengak tengok ke jendela. Dan saat itu adalah kali pertama aku melihat Clara. Aku melihat seorang cewek manis yang  berpakaian rapi sekali tengah berdiri di depan pintu kelas kami yang tertutup. Dia sesekali menengok ke dalam kelas. Dan sepertinya dia menunggu waktu yang tepat untuk masuk. Dan seperti duagaanku, dia mengetuk pintu kelas setelah kepala sekolah selesai pidato dan pamit keluar. Pembimbing mempersilakannya masuk dan duduk. Tak ada tempat lagi kecuali satu kursi kosong di bagian pojok kelas yang tentunya paling ujung. Ketika itu tak ada satupun dari kami yang memperhatikannya. Kami cuek saja dengan keberadaannya. Acara pun segera dimulai dan pembimbing mulai menyuruh kami perkenalan satu-satu. Huft,dadaku deg-degan sekali menunggu giliranku tiba. Aku takut menjadi malu. Agak terlalu sih aku. Sebebnarnya di sini kami kan masih belajar jadi tak harus seorang expert yang berada di sini dan pembimbingnya pun tak pernah memaksa kami untuk menjadi superior. Satu per satu anak di kelas kami beraksi. Ya dilihat-lihat aku tak kalah juga sih. Mereka masih standar sama sepertiku. Ketika tiba giliran Findy, cowok-cowok banyak yang bertepuk tangan. Tentu saja aksi itu hanya untuk menarik perhatiannya dan bisa ditebak, Findy merasa di atas angin. Kawan,jangan salah sangka denganku. Bukannya aku sensi dengannya tapi aku sudah 9 tahun satu sekolah dan satu kelas dengannya jadi aku tahu betul sifatnya seperti apa. Dengan gayanya yang sombong dia memulai aksinya. ”Hello my friends. Hello my teacher, good morning. My name Findy Ragesia. I am from Green Cloud, our city. Emm…I was born in this city on October 8th 1992. My hobbies are shopping, watching tv, hang out. Ok thanks.” Semua menyambut akhir kata Findy dengan tepuk tangan. Selanjutnya kami bergiliran memperkenalkan diri dan akhirnya aku bisa melaluinya. Terus berlanjut sampai tiba giliran terakhir yakni Clara. Kelihatannya dia nervous tapi dia berusaha mengendalikan diri. Dia menarik napas panjang dan memulai perkenalannya,”Hi…” dia belum melanjutkan perkenalannya. ”Hi…” dia mengulang kembali sapaannya. Sebagian dari kami menertawakannya. Dari tadi dia cuma berkata hai saja. Hoh? tidak salah! Aku juga merasa geli melihatnya begitu. Ketika untuk ketiga kalinya dia berkata,”hi…” kami pun menjawabnya. Dia tersenyum. Kami makin heran. Lalu pembimbing kami mempersilakannya melanjutkan. Dan dia pun mulai memperkenalkan diri,”Hi…all of my friends here, thanks for your attention. Okay,I will introduce my self. My name Clara Aulia Diar. You can call me Clara coz it’s my nickname. I don’t come from this city. I live in Damar Indah Regency,it’s your city’s neighbour. I was born in that city on June 1st 1992. About my hobby, I think I can’t mention them one by one coz I have a lot of  hobbies but my main hobbies are reading and listening music. Okay, that’s all. Thank you very much.” Sontak kami semua terperangah. Dia tadi ngomong apa saja sih. Panjang sekali! Kami di sini ‘kan masih belajar. Apalagi bagiku yang masih sangat minim pengetahuan kosa kata bahasa Inggris. Semua yang hadir terkagum-kagum termasuk yang paling kagum adalah pembimbing kami. Mungkin dia merasa ada harapan dalam klubnya itu. Wajar, klub ini itu baru berdiri 2 tahun terakhir. Itupun pembimbing kami yang memprakarsai. Pembimbing memulai diskusi kami dengan mengajukan topik untuk dikomentari. Kali ini kami tidak diminta bergiliran tapi angkat tangan bagi yang ingin berkomentar. Dan ini lumayan melegakan karena yang sudah pasti, aku akan diam saja jadi penonton. Ketika topik mulai diajukan, tidak banyak yang berkomentar. Mungkin teman-teman masih malu-malu karena memang kami masih belum kenal semuanya. Kali ini Findy sepertinya paling getol berkomentar. Meskipun masih agak-agak gagap bahasanya dan masih agak salah kaprah dalam berucap tapi setidaknya dia paling berani diantara kami. Dan seperti biasa, dia selalu berusaha carmuk alias cari muka dan targetnya sekarang adalah Ibu Yanti, pembimbing klub ini. Agaknya suasana menjadi sepi. Bu Yanti mencoba bertanya kepada kami siapa lagi yang mau berkomentar,”Ok, student. Any comment again?”t ak ada tanggapan. Kami semua menundukkan kepala. Berharap tidak ditunjuk. ”Hello….any comment again?” tetap tak ada yang berkomentar. Aku berbisikan dengan teman lain,”eh, kamu ayo komentar”.”Enak aja! kamu sendiri diam,coba sana!” Bu Yanti sepertinya mendengar dan melihat ke arah kami. Sontak kami langsung diam dan pura-pura tak melihat beliau. Beliau tersenyum dan memutar-mutar pandangan ke arah lain. Huft,untung saja. Mungkin beliau tahu kami sudah kehabisan kata-kata jadi tak mungkin berkomentar. Alasan sebenarnya memang di otak kami tidak terpikir kata-kata apapun. Bu Yanti lalu mengarahkan pandangannya pada Clara. Sejak topik dikemukakan, dia memang belum berbicara apa-apa. Setengah ragu Clara menatap mata Bu Yanti. Clara mencoba menguatkan dirinya dan berusaha menguasai groginya. Clara mengerti kalau Bu Yanti berharap dia berkomentar. Melihat sinar mata Bu Yanti yang berharap padanya, segera ia mengangkat tangan sebelum Bu Yanti memintanya berkomentar. Dengan senyum keibuannya, Bu Yanti mempersilakan Clara angkat bicara.”Ok Clara, please stand up and give your comment.” Clara segera berdiri dan mata kami semua tertuju padanya. Dia agak malu rupanya dengan kami melihatnya seperti itu. Kami sebenarnya ingin juga mendengar komentarnya, terlebih lagi kami ingin dibuatnya takjub lagi dengan kemampuannya itu dan tak ayal lagi dia memberikan komentar yang panjang sekali dan aku sulit mencernanya. Aku cuma bisa paham sedikit-sedikit. Seperti saat dia mengatakan,”Yeach. it’s not easy to make something be real because we need our big effort…” ah yang lain aku tak mengerti. Memang dia luar biasa. Tentu saja akhir komentarnya kami sambut dengan tepuk tangan meriah. Tepuk tangan kebanggaan yang tulus dari kami. Berita tentang kehebatan Clara di English Club sekolah kami cepat sekali menyebar. Bukan hanya di kalangan sebaya tapi juga kakak kelas. Sudah bisa diterka Kawan, sejak saat itu tekenallah seorang Clara yang pada kemudian hari menjadi primadona sekolah kami. Dan setelah kejadian itu, atas dasar pemilihan yang sah dan transparan Clara dilantik menjadi ketua English Club sekolah kami. Hebat! Bukan hanya itu, Clara pelan-pelan mengubah atmosfer sekolah kami. Tiap-tiap perlombaan  yang diikutinya, dia selalu menjadi pemenang. Dan lebih luar biasa dia tidak hanya menguasai satu bidang tapi banyak sekali bidang yang dia kuasai. Multi talent,guru-guru menyebutnya demikian. Mulai dari lomba debat bahasa inggris, olimpiade sains, lomba da’i remaja, lomba vokal, lomba perpajakan, lomba karya tulis, dan lain sebagainya. Dia memborong semua penganugerahan. Sebenarnya bukan dia saja yang ikut lomba-lomba itu. Banyak sekali wakil sekolah kami tapi yang bisa merebut gekar juara hanya dia. Dan kalaupun ada yang lain, itupun tak sebanyak prestasinya. Prestasinya bukan hanya di luar saja. Di intern sekolah dia juga pemenangnya. Dialah pemegang rekor nilai tertinggi seangkatan kami. Dan tahukah kau Kawan, dialah yang nantinya berturut-turut menjadi the best student pemegang nilai tertinggi sekolah kami dalam 3 tahun di SMA kami. Kawan, sungguh aku tak sanggup menceritakan tentang kehebatannya tapi yang jelas yang bisa aku sampaikan adalah dia sangat luar biasa! Hal ini memicu rasa iri pada hati Findy. Dia merasa dikalahkan karena dia merasa reputasinya menurun sejak Clara dikenal banyak anak. Meskipun Findy masih dikenal menjadi gadis tercantik di sekolah tapi cowok yang naksir Clara tak ubahnya antrian tiket kereta api waktu mudik lebaran. Mulai dari cowok-cowok kelas rendahan hingga highclass, mulai cowok sebaya hingga kakak-kakak kelas kini mengantri dilirik Clara. Tentu Findy merasa kebakaran jenggot. Dia ingin menjadi satu-satunya anak yang diperhatikan semua orang. Dan itu menimbulkan niat-niat tidak baik pada Clara.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Akan Kau Tahu Nanti



Dadaku sungguh panas! Tak tahan….amarahku memuncak. Ingin rasanya ku tinju saja dia. Sayangnya aku tak kuasa pula melihat wajah Narnia. Senyumnya yang selalu melemahkan hatiku membuat segala marahku yang memuncak langsung luluh lantak seketika. Ya Allah………….Sungguh begitu indah gadis ini. Ini yang membuatku tak kuasa membiarkan satupun gadis singgah di hatiku kecuali dia. Cinta pertamaku dan mungkin jadi cinta terakhirku pula karena sampai detik ini aku tak mampu berpaling darinya.

Seperti biasa aku yang masih sibuk dengan tugas kuliahku kini jarang menghubungi Narnia. Tapi alhamdulillah, dia rupanya baik-baik saja. Dan dia juga nampak bahagia dengan kehidupannya sekarang, dengan kekasih yang amat disayanginya itu. Kadang iri hati singgah dalam hatiku. Betapa beruntungnya laki-laki itu hingga bisa mendapatkan wanita yang selama tujuh tahun tak pernah beralih dari hatiku. Aku selalu berharap Narnia melihatku, melihatku sebagai seorang laki-laki yang mampu menjaganya bukan hanya sebagai sahabatnya. Tapi apalah daya, cintaku membuatku lemah. Aku tak mampu mengatakan apapun tentang perasaanku. Tak pernah pun aku menyampaikan isi hatiku,. Sungguh tak mampu. Yang bisa aku lakukan hanyalah memberi perhatian padanya.

Sore itu aku berbincang-bincang dengannya. Sengaja aku datang ke kampus Narnia dan menjemputnya untuk mengajaknya makan ke salah satu cafe di kota ini. Aku bilang kepadanya kalau aku ingin mentraktirnya. Padahal itu hanya alasan agar aku bisa melihat wajahnya. Kami berbincang-bincang lama. Banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari nostalgia masa SMA, tentang kabar terbaru kawan-kawan kami, tentang kuliah, dan tentunya tentang kehidupan kami  masing-masing. Dari pembicaraan tentangku dan tentangnya sedari tadi aku tak mendengar Narnia bercerita tentang kekasihnya. Aku penasaran, masihkah bersamanya atau telah putus. Meskipun ada segelemit harapan mereka sudah tak ada hubungan tapi aku tak kan setega itu membiarkan Narnia kehilangan laki-laki yang amat dia sayangi itu. Karena diburu perasaan penasaranku akhirnya aku mencoba bertanya padanya. “ Btw Nar, kabar Hidar gimana?” tanyaku sejurus kemudian. Agak lama Narnia membiarkanku terdiam. Rupanya dia seakan mengerti aku sangat penasaran tentang hal ini. Jelas saja pasti di wajahku tergambar rasa penasaran yang amat. Dia sudah hafal dengan kebiasaanku meskipun dia mungkin tak tahu kalau dibalik rasa penasaranku ini tersimpan perasaan yang begitu dalam padanya. Lalu dengan senyumnya yang membuatku tak karuan itu, dia memberi jawaban yang sedari tadi telah aku tunggu. “ Alhamdulillah baik Zal…” Duh serasa ada gelas pecah,yah…hatiku patah lagi. Aku berusaha menguasai diri dan tak kutunjukkan perasaanku itu. Aku pun bertanya lebih lanjut tentang Hidar. Dan dia pun tak segan menceritakan kisah mereka padaku. Meskipun hatiku panas mendengarnya tapi tak apalah, toh tadi yang bertanya juga aku sendiri. Cukup lama kami berbincang hingga tak terasa sudah pukul empat sore. Aku menawarkan padanya untuk tetap di sini atau pulang dan dia meminta pulang. Aku pun mengantarnya kembali ke asramanya kemudian aku berpamitan pulang.

Suatu sore aku pergi ke salah satu toko buku  karena aku membutuhkan beberapa buku untuk tugas mata kuliahku. Bidang informatika yang aku pilih akan aku pertanggungjawabkan dengan baik. “ Duh amat susah aku temukan buku itu! Harusnya di daftar katalog yang aku lihat tadi deretan rak ini sudah benar.” gerutuku. Aku terus berusaha mencari buku itu. Saat aku sedang konsentrasi membaca satu persatu judul buku yang tertera di cover masing-masing buku, aku mendengar dengan tanpa sengaja dua orang tengah bercakap-cakap dengan pelan. Aku berada di sebelah mereka. “ Yakin nih dengan pacarmu yang sekarang?” kata laki-laki pertama “ Ya tentulah! Aku sayang banget dengan dia Adi….” jawab pria kedua. Aku tersenyum sendiri mendengar pembiacaraan mereka. “ Duh yang lagi fall in love”, gumamku dalam hati. Aku mendengar lagi dialog mereka,” Dar…Hidar…Kau sudah melupakan mantanmu yang seksi itu” deg….dadaku bergetar. Tak salah dengarkah aku! Dia tadi memanggil nama ‘ Hidar’. Ku coba tenangkan hati, tidak mungkin dia adalah Hidar kekasih Narnia. Nama Hidar di dunia ini banyak kembarannya. “ Yah harus lupa, ‘kan aku sekarang punya Narnia” sontak aku kaget tak terkira. Ini semakin membuatku tak karuan. Benarkah dia tengah membicarakan Narnia, seorang yang amat aku sayangi. Aku pasang lebih tajam telingaku. “ Oh gitu…wah kayaknya kamu sudah niat nih. Tapi gimana nurutmu Dar tentang mereka?” tanya laki-laki yang dipanggil dengan ‘Adi’. “ Secara fisik Indah lebih ok ketimbang Narnia. Ok dech ayo balik karena nanti Narnia memintaku menjemputnya di Asrama Abikulah…” jawab Hidar.  “ Apa tuh Abikulah?”  tanya Adi. “ Nama asrama tempat dia tinggal selama kuliah di sini.” Hidar pun menjawab. Syet………..rasanya ingin saat ini juga ku jotos laki-laki ini. Gila! Narnia dibandingkan dengan wanita lain dengan serendah itu. Aku sangat yakin yang dibicarakan adalah Narniaku. Jelas sekali satu-satunya asrama yang bernama Abikulah hanya satu di kota ini dan berada di lingkungan kampus Narnia. Apalagi aku tahu benar penghuni asrama itu tak sampai sepuluh orang karena asrama itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu dan satu-satunya penghuni di asrama itu yang bernama Narnia hanya satu dan itu adalah Narnia-ku. Sialan si Hidar! Bagaimana mungkin Narnia bisa sayang pada laki-laki seperti itu. Sungguh miris hatiku. Narnia yang polos seperti itu dibanding-bandingkan secara fisik dengan wanita lain. Apa lagi yang kurang dari seorang Narnia! Tak tahu apa Narnia disukai banyak laki-laki. Beruntung saja si Hidar itu bisa memilikinya. Tak kuat menahan amarahku aku lagsung pergi tanpa memperdulikan lagi mereka yang masih ngobrol di sampingku.

Malam harinya hatiku gelisah. Aku masih terbayang-bayang kejadian tadi siang. Aku tak sanggup membayangkan Narnia jika tahu tentang semua ini. Dia begitu polos. Dia gadis yang manis. Bagiku dia yang terbaik dan yang terindah di dunia ini. Dia tak bisa membenci orang walaupun dia disakiti. Dia selalu menunjukkan senyumnya meskipun hatinya kadang gundah gulana. Dia gadis yang kuat. Aku terlalu mengaguminya karena dia memang pantas untuk dikagumi. Drt….drt….drt…..hp-ku bergetar rupanya ada sms masuk. Aku raih hp-ku dan ups…Narnia sms aku. Aku baca smsnya.




Tersenyum aku baca sms Narnia. Dia selalu datang membawa senyuman. Kehadirannya selalu membawa kebahagiaan. Meskipun dari isi sms-nya itu aku sedih karena itu berarti aku akan semakin jauh darinya. Tak ku balas sms Narnia agar dia bisa segera istirahat. Karena aku tahu jika aku membalasnya maka dia akan merasa tidak enak untuk memutus sms dari temannya dengan begitu saja karena dia begitu menghargai hati temannya. Narnia…itulah dia.

Dua hari telah berlalu. Semua terhapus begitu saja ditelan kesibukan. Malam ini aku putuskan jalan-jalan ke taman kota untuk melepas penat.

Pukul 19.00 WIB aku telah sampai ke taman. Huh…dingin juga malam ini. Semoga saja hujan tak turun. Awalnya ku cari tempat duduk yang nyaman. Ramai juga. Aku lihat ada beberapa orang sedang menikmati malam ini juga di taman. Dari tingkahnya rupanya di dekatku ini ada rombongan keluarga yang sedang mencari kesegaran juga. Aku putuskan untuk jalan-jalan saja.

Udara malam ini begitu menusuk. Tapi jika bersama orang yang disayangi mungkin bisa lebih indah. Aku jadi teringat dengan Narnia. Andai saja hatiku bisa menembus hatinya dan memintanya ada di sini saat ini. Tapi aku tahu itu tak mungkin. Dalam sepi ini dari arah depan aku mendengar suara berisik tapi agak pelan juga. Aku percepat langkahku. Dan dari kejauhan aku lihat….Hidar…yah benar itu Hidar. Tapi dia bersama siapa. Ada seorang gadis sedang bersamanya. Ada apa ini! Entah tiba-tiba instingku menyuruhku bersembunyi di balik pohon. Dengan napas terengah-engah aku bersembunyi sambil mendengarkan percakapan mereka. “ Mas, tolong dengerin aku. Indah minta maaf Mas. Tolong maafin Indah. “ kata gadis yang menyebut dirinya dengan nama ‘Indah’. “ Udahlah. Tolong jauhi aku. Kita udah gak ada apa-apa lagi. Kamu tahu ‘kan sekarang aku udah punya pacar. Aku udah punya Narnia.” jawab Hidar. “ Tapi Mas….Apa yang kamu lihat dari dia? Aku lebih baik darinya. Kamu gak lihat itu ta Mas Hidar?” kata Indah. “ Udah…udah…aku sudah bilang aku gak mau ngomong apa-apa lagi! Tolong jangan ganggu aku lagi.” Hidar menjawab. “ Aku mau balik ma kamu Mas Hidar….aku tahu kamu masih sayang ke aku.” Indah masih tak mau menyerah. “ Kamu salah!” jawab Hidar dengan kesal.  Tiba-tiba gadis itu mendekati Hidar. Dengan pakaian terbukanya itu dia merayu Hidar. Aku lihat tangannya mulai menyentuh tubuh Hidar. Hidar menghindar tapi tangan gadis itu meraih tangan Hidar dan gadis itu memeluknya. Hidar tetap mencoba menjauhinya. Bodoh! Bodoh sekali aku. Mengapa aku tadi di sini. Apalagi menyaksikan semua ini. Tidak penting. Akhirnya aku berbalik dan keluar dari persembunyianku. Tapi saat aku keluar dari persembunyianku tiba-tiba Hidar dan gadis itu menoleh ke arahku. Ups….bodohnya aku! Aku mengumpat pada diriku sendiri. Bodohnya aku! Bagaimana ini. Pasti mereka berpikir aku mengintip. Apa juga yang harus aku katakan pada Hidar. Dia ‘kan mengenalku. Pikiranku kalut saat itu. Tapi di tengah kebingunganku itu, aku tersentak kaget saat mendengar ucapan lirih Hidar yang seakan keluh sekali. Dan jelas sekali terdengar dia berkata,” Narnia…………” sontak jantungku seakan berhenti sejenak. Aku langsung berbalik dan….yah Narnia…dia di belakangku. Dia….dia meneteskan air mata. Wajahnya penuh dengan air mata. Aku, Hidar, dan semua yang ada di tempat itu diam,diam membisu,tak ada yang bergerak sedikitpun dari posisinya. Kami terpaku di tempat.dan aku…aku berada tepat di hadapan Narnia yang tak berkata sepatah katapun. Dia hanya menangis. Aku tak sanggup melihatnya. Tapi aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku merasa sangat bodoh saat ini. Aku merasa tak ada artinya sama sekali karena tak bisa melakukan apa-apa.

Hidar rupanya menyadari keadaan lebih dulu. Dia berlari menghampiri Narnia. Dia langsung memeluk Narnia. Aku lihat dia berkata sesuatu tapi tak ku tahu apa itu. Aku masih terpaku. Sedari tadi aku fokus pada tatapan mata Narnia yang kosong. Aku lihat Hidar berbicara tapi tak ada tanggapan sedikitpun dari Narnia. Bahkan sinar matanya pun tak berubah sedikitpun. Aku semakin kuatir. Apa yang terjadi padanya. Dia diam….tapi meneteskan air mata tanpa bersuara sama sekali. Apakah dia teramat shock melihat kejadian ini. Tapi ini hanya salah paham. Aku tahu itu. Tapi hati Narnia terlalu halus jika harus melihat semua ini. “ Narnia dengarkan aku…aku mohon” Hidar berbicara lebih keras hingga aku terdengar olehku. Dia melepas pelukannya dan dia berlutut di hadapan Narnia. Tapi Narnia…dia tetap membisu….” Aku minta maaf…dengarkan aku Narnia…semua cuma salah paham.” suara Hidar bergetar. Dia juga menangis tapi Narnia tak memberi respon apapun. Dia tetap diam sambil meneteskan air mata. Mungkin Hidar telah menyerah. Segera dia bangun dan memegang tubuh Narnia. “ Narnia bicaralah…jangan diam begini. Aku tak tahu apa yang kamu pikirkan. Aku mohon. Jika kau mau membenciku, jika mau marah ayo marah…tapi jangan diam begini…aku mohon Narnia…” Hidar masih membujuk Narnia. Tapi tak ada sedikitpun respon darinya. Hidar memegang tangannya, dia memukul-mukulkan tangan Narnia ke pipinya,” Tampar aku jika kamu mau…tampar….tapi aku mohon bicaralah…aku mohon…” aku semakin bingung dan resah. Tapi kakiku rapuh…aku lemas tak bisa berbuat apa-apa hingga aku terjatuh ke tanah…aku kuat-kuatkan diriku. Hidar menatapku tapi segera dia fokus pada Narnia. “ Narnia aku mohon…..” Hidar kembali membujuk Narnia. Dan tiba-tiba wajah Narnia yang sedari tadi menunduk kini terangkat ke atas. Kami kaget….Dan tiba-tiba, “ Aku tahu Mas Hidar aku tak se-perfect dia…” kami kaget mendengar itu tapi masih diam karena kami menunggu Narnia menyelesaikan perkataannya.” Aku tahu, aku tak bisa menggantikannya. Aku terlalu buruk. Kau tahu Mas, semua yang kulakukan selama ini karena aku sayang kamu. Aku sangat sayang sama kamu. Itu yang aku punya untukmu. Aku berada di sini karena aku tadi mengikutimu. Tadi akun mau menemuimu karena ada yang ingin aku sampaikan tapi aku lihat kamu keluar dan aku mengikutimu. Dan akhirnya sampai di sini. Aku melihatmu bersama Indah….”  Narnia menghentikan kata-katanya. Kami masih terdiam. “ Jika kamu tidak mampu melupakan Indah, aku akan membantumu.” Ucap Narnia. Sontak Hidar kaget dan langsung menjawab,” Maksudmu apa Nar?” “ Aku akan pergi….demi kamu dan Indah.” seketika air mata menetes dari wajah Hidar. Dia lemas….Dia tertunduk di tanah. Aku semakin bingung apa yang harus aku lakukan. Tapi tak lama Hidar bangkit dan mendekati Narnia. Dia memegang wajah Narnia dan berkata padanya,” Apa kamu sungguh tak percaya padaku hingga kamu mau pergi dariku? Aku tak peduli siapapun dan apapun wujudmu bahkan jika kamu seorang monster sekalipun. Aku tak peduli! Aku cinta kamu, cintai hatimu Narnia….jika kamu pergi dariku saat ini maka aku pun akan pergi jauh dari kamu hingga kamu tak kan sanggup melihatku lagi….selamanya……” Hatiku sakit…perih….semakin tercabik mendengarnya…aku merasa sangat kecil….andai saja aku yang berkata seperti itu pada Narnia…Aku lihat air mata Narnia semakin deras menetes. Mereka saling berpelukan. Dan aku pun memalingkan wajahku. Aku tak sanggup melihat semua itu. Cinta mereka semakin membuatku iri. Tak kulihat apa-apa di sini selain aku, Hidar, dan Narnia. Syet….Indah rupanya telah pergi sejak tadi. Gadis murahan! Gadis seperti itu yang Hidar bandingkan dengan Narnia. Amarahku kembali memuncak jika mengingatnya tapi ya sudahlah tak penting lagi, yang penting sekarang Narnia sepertinya tak kenapa-kenapa. Makin tak kuasa, aku pun pergi. Mencoba mengumpulkan energi untuk pergi menjauh dari mereka. Aku tak menoleh ke belakang sedikitpun. Aku tak tahu apa yang terjadi dan tak mau tahu. Aku hanya mendengar isak tangis mereka berdua. Semakin jauh aku berlalu…jauh…dan jauh….Aku temukan gelap…gelap yang akhirnya menyelimuti raga dan hatiku.






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tak Tahu Apa Maumu



Aku baru tahu isi hatinya dari salah seorang teman yang mendapatkan sms langsung darinya. Aku makin berpikir, jadi selama setengah tahun itu dia sebenarnya berlari-lari hatinya hanya untuk mencari perhatianku. Dan bodohnya aku yang tak mampu menyadarinya. Tapi tak boleh dia menyalahkanku. Toh dia sendiri yang bilang dulu bahwa dia nggak selevel denganku dan nggak mungkin dia jatuh hati padaku makanya aku pun menutup mata untuknya.

Dan tanpa aku sadari ternyata dia menaruh hati padaku. Lantas jika sekarang dia menjadi orang fanatik seperti itu aku juga ikut bertanggung jawab. Tak baik menyangkut pautkan urusan agama dengan perasaan tapi mau gimana lagi, setidaknya aku punya alasan kuat dia berubah seperti itu.



Hai Fir, tumben nih nggak ama Ihsan. Biasanya lengket kayak perangko” ujar Lia, salah satu temanku sejak SMA dulu. “Ya….kamu ‘kan udah aku kasih tahu kalo Ihsan sekarang alergi dengan wanita.” Jawabku enteng. “ Iyach sih…napa yah dia gitu…Masak maren katanya si Wisnu dia nolak bonceng Nadia pas ketemu di jalan padahal kondisinya hujan deras dan udah agak malam karena alasan bukan muhrim. Sama aja dengan bo’ong, selamat ke surga ndiri tapi gak punya nilai kemanusiaan!” tutur Lia panjang lebar. “ Udahlah Li, nggak sah ngomong apa-apa lagi. Aku yang udah kenal dia lama aja hampir tak mampu mengenali sikapnya.

Sore itu aku duduk di beranda kosku sambil merenungi dialogku dengan Lia tadi siang. Kupikir terus, tambah lama tambah mikir aneh-aneh aku. Apakah Ihsan sungguh kecewa padaku hingga dia seakan mengasingkan diri sambil berkedok mendalami agama dengan sempurna. Tapi dipikir lagi, memang seberapa hebat aku hingga mampu merubah psikologinya seperti itu sedang gadis yang dulu dicintainya sebelum aku, jauh lebih cantik daripada aku. Aku berpikir demikian karena aku tahu dia adalah tifikal laki-laki yang memandang wanita dari fisik. Tapi jika analisaku salah mengapa dia bersikap tidak wajar kepadaku sejak dia tahu aku memiliki seorang pria special dalam hidupku. Dia pernah marah kepadaku karena aku tidak memberitahunya jika aku telah memiliki seorang kekasih. Dan dia juga pernah menyatakan suka kepadaku meskipun dengan amat ragu. Sikapnya yang telah banyak pengorbanan baik materi, tenaga, waktu telah benar-benar membuktikan kalau dia memang sangat menjagaku. Tapi, dia juga salah. Mengapa tidak mengatakannya sebelum aku bersama orang lain. Sekarang masalahnya dia memperlakukanku dengan sangat tidak bijak. Belum satu bulan aku sibuk dengan tugas-tugas baruku sehingga aku jarang bertemu dengannya, tiba-tiba saat bertemu, dia memperlakukanku sangat aneh dan lagi-lagi dia menjadikan ‘ agama ‘ sebagi tameng. Dia sangat tahu kalau aku sangat menjunjung tinggi masalah agama dan aku tidak mungkin berdebat jika menyangkut hal itu. Tapi kata-katanya itu seakan aku ini adalah orang yang begitu dangkal pengetahuan agamanya. Dan apakah dengan dia tak mau berboncengan dengan wanita lantas dia tak mau menolong Nadia karena alasan bukan muhrim padahal Nadia sedang dalam kondisi butuh bantuan dan apakah aku tetap harus membenarkannya? Tidak! Aku tahu mungkin aku bukan orang yang suci, bebas dari semua dosa, tapi aku punya hati dan aku nggak mau membenarkan sikapnya itu. Lama sekali aku merenung hingga tak sadar adzan maghrib berkumandang.aku pun segera masuk dan mengambil air wudlu untuk segera malaksanakan perintah Allah yang satu itu.

Hai Fir, jadi tah programnya?” temanku tiba-tiba ada di sampingku. “ Ya jadilah tapi aku minta izin untuk mengurus masalah pribadiku ya…” jawabku kemudian. “ Iya..tentu” dia menimpali. Aku pun kemudian segera mengambil HP dalam tasku dan mulai menekan keypad HP. Dari kejauhan terdengar…tit…tit..tit….” Iya halo, assalamualaikum Fir” seorang laki-laki menjawab. ”Waalaikumsalam. Maaf mengganggumu San. Kamu sedang ada kesibukan nggak? Ada hal ingin aku sampaikan.” jawabku  “Oh nggak ada kerjaan kok. Mau ngomong apa silakan” Ihsan berkata. Ihsan aku mau minta maaf jika aku selalu merepotkanmu. Apalagi jika kamu merasa terganggu karena sikapku yang kau pikir tak sepaham denganmu.Kau masih ingat Nadia? Ok aku nggak akan ikut campur tapi perlu kamu tahu aja bahwa bersikap rigid terhadap suatu permasalahan tidak selalu membawamu pada hal yang baik. Karena sesuatu yang baik jika dilakukan dengan cara tidak baik hasilnya nggak akan sempurna baik. Maaf jika kata-kataku terlalu panjang.” Ucapku pada Ihsan “ Ya Fir, maaf mungkin kita memiliki prinsip beda tapi inilah aku sekarang.” Ihsan menjawab “ Ya aku tahu dan akupun tak pernah ada niat buat campuri hidupmu kok, jadi tenang aja. Tapi aku mau tahu, apakah kamu bersikap ‘anarkis’ kayak gitu karena aku juga?” kataku kepada Ihsan. Ihsan tak menjawab sepatahpun, kemudian tiba-tiba setelah diam agak lama, dia berkata ”Maaf aku ada kegiatan, kapan-kapan kita sambung lagi ngobrolnya ya. Assalamualaikum.” Dengan tergopoh-gopoh Ihsan menutup telponnya. Aku tak berpikir panjang tentang ini, aku hanya berpikir seandainya dia berubah karena memang diniatkan begitu aku berdoa semoga Allah senantiasa melindungi hatinya tapi jika melakukan ini karena suatu alasan tertentu maka aku berharap dia akan sadar sebelum dia terjatuh.





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS