Kriiiiing…kriiiing……kriiing…..
“Emmmmhh…..berisik sekali!” Tiitt…”Hah????!Mampus…mampus
aku!” Tergopoh aku bangun.Bagaimana tidak jam wekerku sudah menunjuk 2 angka
yang hari ini serasa 2 makhluk aneh,beringas,dan amat menyeramkan. Jam 6!Sekarang
sudah jam 6 padahal jam setengah 7 aku harusnya sudah tiba di sekolah atau jika
tidak para seniorku yang telah menunggu-nunggu hari ini akan menjadikanku
mangsa pertama mereka. Segera aku bergegas bangun dan menuju kamar mandi tanpa
menghiraukan selimutku yang jatuh di lantai. Ya beginilah nasibku. Orang tuaku
sibuk bekerja. Dua-duanya berada di luar kota. Aku adalah anak tunggal. Kami
tak punya pembantu karena orang tuaku ingin aku mandiri selama mereka tidak ada
di sini. Ahh, apapun alasannya bagiku
mereka pelit. Menyewa pembantu saja tak mau padahal aku butuh seseorang utnuk
membantuku di rumah ini.
Sampai di kamar mandi, aku mencari-cari peralatan
mandiku. “Pasta gigi…aduh sikat gigiku mana pula!” Sudah tak ada waktu mencari
pasta gigiku. Apalagi handukku! Tak masuk ingatan lagi kalau kemarin tegangan
listrik di kepalaku sempat mencapai 200 volt
gara-gara kucing liar yang masuk ke rumah dan menyeret-nyeret handukku hingga
masuk kolam ikan kecil di depan kamar mandi. Ya meskipun kucing jorok itu tidak
salah 100 % karena handuk aku taruh di atas kursi panjang dekat kolam. Aku lupa
membawanya masuk karena setelah mandi siang kemarin, aku duduk-duduk di kursi itu sambil melihat
ikan-ikan koki dalam kolam sedang beraksi, tertarik aku melihat mulut mereka
yang monyong itu. Tapi tetap saja
kucing liar itu tak tahu diri, seenaknya saja mengambil barang orang lain, tak
bertanggung jawab pula. Itu pelajaran pertama bahwa jangan pernah mengambil
barang orang lain tanpa izin apalagi membiarkan barangnya kotor atau rusak, kalau
seperti itu maka kamu adalah kucing!
Yah mau gimana lagi, pagi ini mandiku kurang afdol. Tak
ada handuk, tak ada pasta gigi. Mandi saja hanya 5 menit. Secepat kilat aku
memakai seragam abu-abu baruku, dasi, ikat pinggang, kaos kaki, dan sepatu.
Lengkap aku pakai! Dan satu hal yang paling penting adalah accessories gila ala seniorku yang sepertinya sudah didesain
sebagus mungkin untuk mempermalukan kami. Aku benci sekali masa-masa perpeloncoan seperti ini. Tapi mau tidak
mau aku harus melalui ini untuk bisa memulai hari-hariku sebagai anak SMA di
sekolah impianku ini, SMA 05 Pagi. SMA ini adalah SMA favorit di kota kami ini.
Kota kami tidak begitu besar dan jika dilihat dari history pendidikannya, kota kami tidak teramat maju karena wilayah
kami berada di perbatasan 2 kabupaten jadi bisa dibilang nanggung. Seperti itu
juga kemampuan anak-anak di sini, nanggung.
Tanpa berpikir panjang aku langsung menyambar kunci
motorku dan langsung cabut. Huhhh….hatiku berdebar-debar, takut juga. Apalagi
jika membayangkan senior-seniorku yang wajahnya garang-garang itu. Aku sudah
pernah melihat mereka. Itupun tanpa sengaja. Saat aku melakukan daftar ulang,
tidak sengaja aku mendengar percakapan 2 cowok tengah ngobrol di depan pintu
kamar kecil yang kebetulan aku sedang buang air kecil di dalamnya. Mereka
sedang membicarakan hal-hal aneh untuk menjahili adik-adik kelas yang akan
menjalani masa orientasi. Tapi lebih dari itu rencana yang terealisasi hari ini
jauh lebih kejam dari rencana semula yang aku dengar. Rupanya mereka telah
rapat besar-besaran dengan teman-teman mereka yang lain. Tentu saja ide 2 orang
tak akan seberapa hebat jika dibandingkan ide puluhan orang. Dan sayangnya itu
adalah ide gila yang diterapkan pada kami 3 hari ke depan.
Kurang 5 menit lagi acara dimulai. Aduh,dadaku makin
nyeri rasanya. Pasti aku telat! Aku tidak membayangkan apa yang akan terjadi
padaku nanti.
Huft…akhirnya sampai juga. Segera aku memarkirkan
motorku dan aku berlari terbirit-birit menuju lapangan belakang, tempat pembantaian
kami. Masih ngos-ngosan, aku tertegun. ”Lho kok sepi! Yang lain mana?! Apa
jangan-jangan aku terlalu rajin ya. ” Belum sadar dengan keadaan yang terjadi
aku sudah dikagetkan oleh suara keras di belakangku. ”Hey kamu!” Duh,
jantungku berhenti berdetak beberapa saat. Dengan takut aku menengok ke
belakang dan ups, ada monster tinggi,
besar, dan hitam sedang melotot seperti siap menerkamku. ”Ngapain kamu di situ,
haahh??” Tak tahu harus berkata apa
aku cuma bisa melakuakn 1 hal…senyum..cheaseesss…”Ehh..malah senyam-senyum! Berasa ganteng
gitu kalau seperti itu!” Ups, salah
lagi dech aku. Aku pikir cewek tinggi
gendut dan hitam ini akan terkessan dengan pesona senyumanku tapi kok malah marah-marah. Belum lagi
menghirup oksigen untuk perpanjangan hidup, sudah datang monster-monster lain.”
Ada apa ini? Siapa dia Nad? Ohh, jangan-jangan tikus got yang nyasar ya?” “hahahaha” Duh mati aku kali ini. Jelas-jelas
aku hari ini akan jadi santapan pagi mereka. Cara mereka menertawakanku sudah
jelas sekali bahwa mereka sangat senang melihatku, tentu saja mereka sudah
menemukan 1 cowok tolol yang siap mereka jahili dan permalukan.
Tidak lama setelahnya, aku digiring mereka ke suatu
tempat. Tak tahu ke mana tapi yang jelas aku diajak pergi dari lapangan
belakang sekolah. Aku berjalan di depan sedangkan mereka bertiga di belakangku
menghardikku dengan suara keras mereka yang mirip sekali dengan lolongan anjing
di telingaku. Aku yang seperti tahanan ini hanya menurut saja. Ya mau bagaimana
lagi, tak apalah 3 hari ini aku manut
saja. Daripada aku terkena masalah.
Tak lama, kami sampai di depan gedung besar yang
sangat jelas aku tahu gedung apa itu. Itu adalah gedung stadion olahraga
sekolah kami. Jangan-jangan teman-teman yang lain juga dibawa ke sana. Karena
sejak aku tiba tadi aku tak melihat satupun orang di lapangan. Hebat sekali
para seniorku itu! Kalau di dalam sini kami dibantai, memang sangat mirip
dengan pembantaian koloni Belanda terhadap bangsa Indonesia kala itu. Dan kini
giliran kami. Huft, mengapa ya budaya
perpeloncoan seperti ini masih ada! Bagus
memang untuk menyiapkan mental sebelum mengalami susah senang dalam masa-masa
menuntut ilmu tapi kalau sudah ditangani orang-orang jahil seperti
senior-seniorku itu, kami bisa hancur!
Krak…suara
pintu dibuka dan benar adanya teman-temanku yang lain sudah di dalam sana.
Sudah bisa dipastikan mereka amat mengenaskan. Di depanku nampak jelas arena
pembantaian yang mengerikan. Tiap 3 orang dari kami dihadapkan dengan 7 orang
senior. Mereka dijahili habis-habisan. Ada yang disuruh bernyanyi-nyanyi, menari,
berteriak-teriak tidak jelas, melakukan adegan merayu senior, dan lain-lain. Para
cewek cantik sebayaku kini berubah seperti boneka jailangkung yang wajahnya tak berbentuk. Rambut mereka dikepang
banyak, tak tahu berapa jumlahnya, diikat dengan tali raffia warna-warni. Topi
kertas bentuk kapal menempel di atas kepala mereka, belum lagi wajah dilumuri tepung terigu yang membuat
mereka nampak seperti badut ulang tahun. Itu belum seberapa karena jika melihat
accessories ala senior yang menempel
di sekujur baju mereka hingga ujung sepatu, mereka tentulah mirip tukang jualan
barang-barang rumah tangga yang tak karuan apa saja barangnya. Dan ups, melihat kaum adam apalagi! Tak
sanggup aku ceritakan. Yang jelas di sini benar-benar arena pembantaian kami.
Aku yang tadi sudah ketakutan melihat keadaan itu,
sekarang makin takut karena aku harus siap menerima hukuman atas
keterlambatanku tadi. Tak tahu siapa saja senior-senior di hadapanku itu tapi
mereka menatapku tajam dan tatapan mereka sangat tidak bersahabat. Lima cowok
senior di depanku, satu diantara mereka maju 3 langkah dan sepertinya dia mau
mengumumkan sesuatu. ”Hey… semua!
Perhatikan ke mari!” Semua manusia yang hidup,s etengah hidup, atau bahkan yang
pura-pura hidup di tempat ini semua berhenti dari kegiatannya dan melihat ke arah
seniorku itu. Oh tidak! Mata mereka lebih tertarik menatapku yang berada di
belakang seniorku itu. Jelas! Mereka pasti merasa kasihan kepadaku. Jika boleh
aku terka isi kepala mereka, pasti mereka ingin berkata,”Kasihan sekali anak
itu.Tamatlah riwayatnya hari ini!” Rasanya tak bisa membayangkan apa yang akan
terjadi setelah ini, yang jelas mereka akan menjahiliku.”Adik-adik semua
beruntung sekali kita hari ini karena kita kedatangan artis beken. Kali ini dia
akan menghibur kita semua dengan…” deg..hatiku
makin tidak karuan. Artis beken apa! “Kita akan dihibur oleh artis kita ini
dengan tarian perut!” dia melirikku sambil tertawa. Dan sontak, semua senior
tertawa terbahak-bahak. Tari perut?? Gila! Aku harus bergoyang tidak jelas
seperti itu! Rasanya ingin sekali melarikan diri saja aku. Sebagian
teman-temanku tertawa, sedih, dan banyak pula yang tak sanggup melihatku. Mau
tidak mau aku harus melakukannya. Setidaknya hari ini harus segera aku selesaikan!
Dua hari terlewati. Tinggal sehari ini aku akan
terlepas dari kejahilan senior-seniorku. Dan siapa sangka, aku yang dari luar
kota ini sekarang jadi artis beken di sekolahku,s etidaknya di mata senior dan
teman-teman pembantaian. Ya,artis tari perut! Aku jadi terkenal gara-gara
kejadian itu. Sekarang semua orang jadi kenal aku. Hari ini agak santai karena
kami akan menerima materi di dalam ruangan dan outbond di luar kelas setelahnya. Aku mencoba menikmati saja. Kami
dibagi menjadi beberapa kelompok dan hari ini aku masuk dalam kelompok Elang
yang anggotanya 40 orang, kebetulan ada 18 cewek dalam kelompok kami. Sejak
sesi pertama hari ini, guru-guru di sekolah ini yang mengisi materi dan sejak
tadi aku malas sekali menyimak. Bosan! Tiap sesi hanya ada 2 acara, materi dan
tanya jawab. Dua-duanya membosankan! Setengah mengantuk aku mendengarkan sambil
mataku setengah terbuka. Bukan cuma aku! Banyak temen yang lain begitu, kecuali
beberapa orang sisanya. Kalau tiba sesi tanya jawab aku berpura-pura duduk tegap
dan memperhatikan agar guru tidak menunjukku untuk menjawab pertanyaannya. Karena
sudah jelas aku tak kan tahu jawabannya dan jika aku sampai ditanya, itu hanya
kan mempermalukanku. Tapi kawan, sejak tadi aku memperhatikan seorang cewek. Dia
aktif sekali! Sedari tadi dia yang paling banyak menjawab atau lebih tepatnya cuma
dia yang bersimpati pada guru-guru dan menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan. Jawabannya sangat detail, rapi, dan logis. Terlihat sekali kalau dia
cewek yang sangat cerdas. Tambahan lagi, dia cantik dan senyumnya….ahh, sangat manis! Terlebih lagi dia
berkerudung. Aku lihat di kelasku ini cuma ada 3 orang yang berkerudung dan dia
salah satunya.
Tibalah waktu outbond.
Aku lumayan suka dengan sesi ini, setidaknya di sini aku tidak mengantuk. Dan
tahukah Kawan, di arena outbond ini
ada lagi yang menarik perhatian. Sejak tadi dia tak luput dari pandangan
senior-senior cowok. Ya,seorang cewek cantik. Agak genit memang tapi lumayan
untuk cuci mata. Dan tak aku sangka bahwa hari ini adalah awal dari kisahku
yang indah di sekolah ini, tentunya tak luput dari 2 cewek mempesona itu, sang miss brilliant dan ratu dandan.
Sejak awal aku masuk sekolah ini, aku sudah jadi
korban senior. Sepertinya itu adalah tanda kesialanku di sekolah ini. Hari-hariku
di sini sepertinya tidak ada hari yang membahagiakan. Prestasi biasa-biasa
saja, tampang pun biasa-biasa saja. Apa yang bisa menjadi daya tarik diriku. Tak
ada cewek yang mau melirikku. Kalaupun ada pastilah cewek-cewek aneh yang tidak
laku di pasaran sehingga tinggal diobral saja dan naasnya hanya obralan saja
yang bisa tertarik padaku.
Clara Aulia Diar, cewek paling brilliant di sekolah kami. Siapapun di sekolah ini pasti kenal
dengannya. Dia adalah satu-satunya mawar di kebun yang semuanya ditumbuhi
ilalang dan sayangnya aku adalah bagian dari ilalang itu. Clara adalah
kebanggaan sekolah kami. Dia madu bagi sekolah kami. Selama dia bersekolah di
sini kami tidak pernah takut kalah prestasi dengan sekolah lain. Kawan, prestasinya
tak terhitung banyaknya. Apapun kompetisi, lomba, olimpiade yang diikuti sudah
bisa dipastikan dialah yang menyabet gelar-gelar pemenang. Tak terhitung
banyaknya piala yang dia sumbangkan pada pajangan kepala sekolah kami di
ruangannya. Tak terhitung banyaknya pujian dari sana sini untuknya. Dan sudah
sangat jelas dialah murid kesayangan semua guru di sini. Semua anak ingin jadi
temannya tapi hanya sedikit saja yang mampu berteman dekat dengannya. Bukan
karena dia sombong dan menutup diri tapi tak sedikit dari kami yang tak bisa
mengerti tentang dirinya. Dalam hal akademik saja misalny,a tentu ada hal besar
yang membuat kami tidak mampu saling mengerti. Bisa ditebak, bagi kami
anak-anak biasa yang otaknya bebel
pastilah sulit mengerti betapa encernya otak anak itu maka ia pun mungkin
berpikir sama, betapa anehnya kami ini hal-hal mudah itu saja tak bisa
menguasai. Huft, harus diakui bahwa
aku juga termasuk kawanan burung-burung jalak yang hanya bisa makan kutu-kutu
dari punggung kerbau. Aku pernah ngobrol-ngobrol
dengan teman dekatnya dan aku semakin tahu bagaimana karakter seorang Clara. Yang
jelas dia amat kesepian. Dia bagai burung emas dalam sangkar. Dia pun ingin
seperti kami, berbahagia dengan hal-hal kecil tapi tak bisa! Sulit baginya
menikmati hidup. Meski dia dipuja sana sini, dia tak merasakan bahagia yang
sebenarnya. Dia merasakan ada hal-hal lain yang ingin dia temukan. Sebetulnya
aku merasa kasihan juga dengannya. Pasti dia merasakan kesendirian yang tak
terkira. Aku sering melihatnya menyapa orang lain bahkan tiap dia bertemu teman
di sekolah, dia akan menyapa. Hanya saja tidak semua orang menganggap itu hal
baik. Kebanyakan teman-teman tak mau menjawab sapaannya. Banyak alasannya, ada
yang iri dan malas mejawab, ada yang merasa dipermainkan, ada yang merasa malu
karena berbicara dengan orang hebat sepertinya, mungkin sebagian dari kami
merasa rendah diri dan tak selevel dengannya. Duh tak tega aku melihat ekspresi
wajahnya kalau sudah demikian! Ingin sekali aku menjadi temannya. Mungkin akan
aku cari cara untuk mendekatinya.
Satu orang di sekolah kami yang menjadi musuh
bebuyutan Clara ialah cewek centil yang merasa dirinya paling cantik sedunia
yakni Findy Ragesia. Sebenarnya Clara tak pernah memusuhinya tapi Findy merasa
jadi musuhnya. Findy selalu berusaha menyaingi Clara dalam hal apapun tapi dia
selalu gagal. Dan itu menambah daftar alasan baginya untuk membenci Clara. Dalam
hal financial, Findy jauh melebihi Clara. Dia memanfaatkan hal itu. Dia
melakukan apapun untuk membuat hati Clara hancur. Tapi seperti sudah terukir
jelas dalam pepatah lama, yang benar pasti selalu menang. Secara fisik, Findy
memang menarik cowok-cowok, bahkan di sekolah kami, cowok-cowok berebut bisa
jadi pacarnya. Bangga juga kan kalau punya pacar cantik. Ya itulah laki-laki, apalagi
kami masih SMA. Bagi kami fisik adalah nomor satu. Tentu saja itu akan berbeda
jika kami telah bertambah dewasa. Pilihan kami tentu akan mengacu lebih pada penilaian
secara keseluruhan, terutama inner beauty.
Berbeda sekali dengan kami para cowok SMA. Jika cewek sudah memenuhi ISO cewek
cantik maka itu sudah cukup. Sejak aku mengenalnya, sejak SD dulu, Findy memang
cewek idaman semua cowok. Dari dulu dia diperebutkan cowok-cowok. Dia terkenal
di kalangan cowok karena parasnya yang menawan. Tentu saja reputasinya tinggi
di kalangan cewek-cewek cantik. Bisa dibilang dialah primadona. Dan bisa
dipastikan dialah ratu dari segala kontes yang berhubungan dengan fashion, make
up, dan pernak-pernik wanita yang berhubungan dengan kecantikan. Dengan semua
yang dia miliki itu Findy tumbuh menjadi cewek angkuh, sombong, dan sok cantik.
Padahal jika dipikir-pikir di luar sana tentulah masih banyak cewek yang lebih
cantik darinya. Hanya saja ini adalah kawasannya. Orang-orang di sini yang
hanya menempuh pendidikan di daerah lokal dan tak pernah keluar pasti
menganggap dialah paling istimewa. Ya,k ami semua adalah katak dalam tempurung
yang tak tahu dunia luar. Jadi bagi kami, apapun yang terlihat indah adalah hal
terindah yang ada di dunia, tentu saja dunia kami sendiri maksudnya.
Sebenarnya permusuhan yang terjadi diantara Findy
dan Clara adalah karena hal sepele tapi rupanya Findy tak terima dengan apa
yang terjadi. Akan aku ceritakan Kawan, saat mereka masih kelas X, mereka
sama-sama ikut dalam English Club sekolah kami. Sejak awal pertemuan di klub
tersebut, Clara memang jadi super star-nya.Waktu
itu aku pun ikut pada acara pertama klub itu yakni berupa diskusi tentang
hal-hal terkini dan tentunya acara perkenalan juga. Terpenting, tiap siswa yang
berada di dalam ruangan itu harus siap berbahasa Inggris karena jangan harap
bisa selamat dari rasa malu jika tak mampu menggunakan bahasa asing itu. Aku
ingat ketika klub itu dibuka ada sekitar 50 anak yang mendaftar dan hadir dalam
ruangan. Kami kemudian duduk di bangku yang telah diatur oleh pembina klub
tersebut yakni berupa kursi-kursi yang diatur melingkar dan nanti yang duduk
harus selang-seling cowok cewek. Hal ini dimaksudkan untuk memacu kami lebih
bersemangat. Tentu saja ini membuatku sangat bersemangat karena bisa dekat cewek-cewek.
Pada diskusi itu kami wajib berbicara satu persatu secara berurutan. Waktu itu
aku duduk pada urutan tengah ya memang aku sengaja agar aku bisa mendapat
giliran tengah-tengah. Findy dekat dengan pembimbing itu berarti dia akan
mendapat giliran awal. Acara dibuka oleh kepala sekolah yang kemudian dilanjut
pembimbing. Waktu itu kami belum mengenal Clara. lagipula kawan, aku beri tahu
bahwa Clara adalah cewek luar kota yang bersekolah di sini. Jadi dia kaum
minoritas di sekolah kami jika dilihat dari tempat asal. Ketika kepala sekolah
masih berpidato sebagai pembuka klub itu ala Ir.Soekarno, wiihhh… teramat panjang bukan main dan membosankan, berbeda ‘kan dari Ir. Soekarno sebenarnya. Apalagi
ditambah gayanya yang sok-sokan meniru Ir.Soekarno itu. Bukannya mirip malah
tambah hancur. Dan itu membuat kami mengantuk. Sambil menghibur diri aku tengak
tengok ke jendela. Dan saat itu adalah kali pertama aku melihat Clara. Aku
melihat seorang cewek manis yang berpakaian rapi sekali tengah berdiri di depan
pintu kelas kami yang tertutup. Dia sesekali menengok ke dalam kelas. Dan
sepertinya dia menunggu waktu yang tepat untuk masuk. Dan seperti duagaanku, dia
mengetuk pintu kelas setelah kepala sekolah selesai pidato dan pamit keluar. Pembimbing
mempersilakannya masuk dan duduk. Tak ada tempat lagi kecuali satu kursi kosong
di bagian pojok kelas yang tentunya paling ujung. Ketika itu tak ada satupun
dari kami yang memperhatikannya. Kami cuek saja dengan keberadaannya. Acara pun
segera dimulai dan pembimbing mulai menyuruh kami perkenalan satu-satu. Huft,dadaku deg-degan sekali menunggu
giliranku tiba. Aku takut menjadi malu. Agak terlalu sih aku. Sebebnarnya di sini kami kan masih belajar jadi tak harus
seorang expert yang berada di sini
dan pembimbingnya pun tak pernah memaksa kami untuk menjadi superior. Satu per
satu anak di kelas kami beraksi. Ya dilihat-lihat aku tak kalah juga sih. Mereka masih standar sama
sepertiku. Ketika tiba giliran Findy, cowok-cowok banyak yang bertepuk tangan.
Tentu saja aksi itu hanya untuk menarik perhatiannya dan bisa ditebak, Findy
merasa di atas angin. Kawan,jangan salah sangka denganku. Bukannya aku sensi
dengannya tapi aku sudah 9 tahun satu sekolah dan satu kelas dengannya jadi aku
tahu betul sifatnya seperti apa. Dengan gayanya yang sombong dia memulai
aksinya. ”Hello my friends. Hello my teacher, good morning. My name Findy
Ragesia. I am from Green Cloud, our city. Emm…I was born in this city on
October 8th 1992. My hobbies are shopping, watching tv, hang out. Ok
thanks.” Semua menyambut akhir kata Findy dengan tepuk tangan. Selanjutnya kami
bergiliran memperkenalkan diri dan akhirnya aku bisa melaluinya. Terus
berlanjut sampai tiba giliran terakhir yakni Clara. Kelihatannya dia nervous tapi dia berusaha mengendalikan
diri. Dia menarik napas panjang dan memulai perkenalannya,”Hi…” dia belum
melanjutkan perkenalannya. ”Hi…” dia mengulang kembali sapaannya. Sebagian dari
kami menertawakannya. Dari tadi dia cuma berkata hai saja. Hoh? tidak salah! Aku juga merasa geli melihatnya begitu. Ketika
untuk ketiga kalinya dia berkata,”hi…” kami pun menjawabnya. Dia tersenyum. Kami
makin heran. Lalu pembimbing kami mempersilakannya melanjutkan. Dan dia pun mulai
memperkenalkan diri,”Hi…all of my friends here, thanks for your attention. Okay,I
will introduce my self. My name Clara Aulia Diar. You can call me Clara coz
it’s my nickname. I don’t come from this city. I live in Damar Indah Regency,it’s
your city’s neighbour. I was born in that city on June 1st 1992.
About my hobby, I think I can’t mention them one by one coz I have a lot
of hobbies but my main hobbies are
reading and listening music. Okay, that’s all. Thank you very much.” Sontak
kami semua terperangah. Dia tadi ngomong
apa saja sih. Panjang sekali! Kami di
sini ‘kan masih belajar. Apalagi
bagiku yang masih sangat minim pengetahuan kosa kata bahasa Inggris. Semua yang
hadir terkagum-kagum termasuk yang paling kagum adalah pembimbing kami. Mungkin
dia merasa ada harapan dalam klubnya itu. Wajar, klub ini itu baru berdiri 2
tahun terakhir. Itupun pembimbing kami yang memprakarsai. Pembimbing memulai
diskusi kami dengan mengajukan topik untuk dikomentari. Kali ini kami tidak
diminta bergiliran tapi angkat tangan bagi yang ingin berkomentar. Dan ini
lumayan melegakan karena yang sudah pasti, aku akan diam saja jadi penonton.
Ketika topik mulai diajukan, tidak banyak yang berkomentar. Mungkin teman-teman
masih malu-malu karena memang kami masih belum kenal semuanya. Kali ini Findy
sepertinya paling getol berkomentar. Meskipun masih agak-agak gagap bahasanya
dan masih agak salah kaprah dalam berucap tapi setidaknya dia paling berani
diantara kami. Dan seperti biasa, dia selalu berusaha carmuk alias cari muka dan targetnya sekarang adalah Ibu Yanti,
pembimbing klub ini. Agaknya suasana menjadi sepi. Bu Yanti mencoba bertanya
kepada kami siapa lagi yang mau berkomentar,”Ok, student. Any comment again?”t ak
ada tanggapan. Kami semua menundukkan kepala. Berharap tidak ditunjuk. ”Hello….any
comment again?” tetap tak ada yang berkomentar. Aku berbisikan dengan teman
lain,”eh, kamu ayo komentar”.”Enak aja! kamu sendiri diam,coba sana!” Bu Yanti
sepertinya mendengar dan melihat ke arah kami. Sontak kami langsung diam dan
pura-pura tak melihat beliau. Beliau tersenyum dan memutar-mutar pandangan ke
arah lain. Huft,untung saja. Mungkin
beliau tahu kami sudah kehabisan kata-kata jadi tak mungkin berkomentar. Alasan
sebenarnya memang di otak kami tidak terpikir kata-kata apapun. Bu Yanti lalu
mengarahkan pandangannya pada Clara. Sejak topik dikemukakan, dia memang belum
berbicara apa-apa. Setengah ragu Clara menatap mata Bu Yanti. Clara mencoba
menguatkan dirinya dan berusaha menguasai groginya. Clara mengerti kalau Bu
Yanti berharap dia berkomentar. Melihat sinar mata Bu Yanti yang berharap
padanya, segera ia mengangkat tangan sebelum Bu Yanti memintanya berkomentar.
Dengan senyum keibuannya, Bu Yanti mempersilakan Clara angkat bicara.”Ok Clara,
please stand up and give your comment.” Clara segera berdiri dan mata kami
semua tertuju padanya. Dia agak malu rupanya dengan kami melihatnya seperti
itu. Kami sebenarnya ingin juga mendengar komentarnya, terlebih lagi kami ingin
dibuatnya takjub lagi dengan kemampuannya itu dan tak ayal lagi dia memberikan
komentar yang panjang sekali dan aku sulit mencernanya. Aku cuma bisa paham
sedikit-sedikit. Seperti saat dia mengatakan,”Yeach. it’s not easy to make
something be real because we need our big effort…” ah yang lain aku tak
mengerti. Memang dia luar biasa. Tentu saja akhir komentarnya kami sambut
dengan tepuk tangan meriah. Tepuk tangan kebanggaan yang tulus dari kami. Berita
tentang kehebatan Clara di English Club sekolah kami cepat sekali menyebar. Bukan
hanya di kalangan sebaya tapi juga kakak kelas. Sudah bisa diterka Kawan, sejak
saat itu tekenallah seorang Clara yang pada kemudian hari menjadi primadona
sekolah kami. Dan setelah kejadian itu, atas dasar pemilihan yang sah dan
transparan Clara dilantik menjadi ketua English Club sekolah kami. Hebat! Bukan
hanya itu, Clara pelan-pelan mengubah atmosfer sekolah kami. Tiap-tiap
perlombaan yang diikutinya, dia selalu
menjadi pemenang. Dan lebih luar biasa dia tidak hanya menguasai satu bidang
tapi banyak sekali bidang yang dia kuasai. Multi
talent,guru-guru menyebutnya demikian. Mulai dari lomba debat bahasa inggris,
olimpiade sains, lomba da’i remaja, lomba vokal, lomba perpajakan, lomba karya
tulis, dan lain sebagainya. Dia memborong semua penganugerahan. Sebenarnya
bukan dia saja yang ikut lomba-lomba itu. Banyak sekali wakil sekolah kami tapi
yang bisa merebut gekar juara hanya dia. Dan kalaupun ada yang lain, itupun tak
sebanyak prestasinya. Prestasinya bukan hanya di luar saja. Di intern sekolah dia juga pemenangnya. Dialah
pemegang rekor nilai tertinggi seangkatan kami. Dan tahukah kau Kawan, dialah
yang nantinya berturut-turut menjadi the
best student pemegang nilai tertinggi sekolah kami dalam 3 tahun di SMA
kami. Kawan, sungguh aku tak sanggup menceritakan tentang kehebatannya tapi
yang jelas yang bisa aku sampaikan adalah dia sangat luar biasa! Hal ini memicu
rasa iri pada hati Findy. Dia merasa dikalahkan karena dia merasa reputasinya
menurun sejak Clara dikenal banyak anak. Meskipun Findy masih dikenal menjadi
gadis tercantik di sekolah tapi cowok yang naksir Clara tak ubahnya antrian
tiket kereta api waktu mudik lebaran. Mulai dari cowok-cowok kelas rendahan
hingga highclass, mulai cowok sebaya
hingga kakak-kakak kelas kini mengantri dilirik Clara. Tentu Findy merasa
kebakaran jenggot. Dia ingin menjadi satu-satunya anak yang diperhatikan semua
orang. Dan itu menimbulkan niat-niat tidak baik pada Clara.