Hidup,
Satu kata
yang amat sederhana tapi untuk menjalaninya ada banyak hal yang membuatnya tak
sederhana. Masing-masing
orang memiliki kehidupan. Berbeda.
Hanya Allah
yang tahu mengapa kehidupan manusia berbeda beda. Yang kita tahu hanya jika
semua orang kehidupannya sama maka dunia ini akan berhenti berputar karena
tidak ada yang harus terjadi.Bukankah itu berarti kehidupan menjadi tidak
hidup?
Hidup
terjadi karena perputaran suatu siklus yang meski kita sering tidak mengerti
tentang itu tapi kita tetap harus menjalaninya.
Perbedaan
yang terjadi dalam kehidupan manusia menimbulkan gesekan-gesekan yang kadang
membuat kehangatan bagi kehidupan tapi kadangkala juga menimbulkan api besar
yang bisa melahap semua hal.
Perbedaan
itu yang kemudian menyebabkan munculnya "ingin" dan "rasa".
Ketika
mendapati diri kita penuh dengan ujian sedangkan kita melihat orang lain
tertawa riang maka kemudian kita berpikir bahwa hidup kita lebih berat darinya.
Tapi benarkah demikian?
Mungkin
sejenak kita harus berpikir mendalam.
Mencoba merasakan
melalui kehidupan nyata kita untuk merenungi makna kehidupan kita.
Coba kita
perhatikan, di sekolah tempat kita menuntut ilmu, mengapa selalu ada saja yang
namanya ujian/tes. Tentu hal itu untuk mengukur seberapa paham kita tentang
materi yang diberikan guru kita. Melalui ujian/tes, kita dinilai. Dan dari
beberapa kali ujian/tes, nilai kita dikumpulkan lalu dilihat,apakah kita ada
perkembangan,tetap,atau penurunan. Selanjutnya kita akan diberi nilai
akumulasi. Ketika serangkaian ujian/tes dalam suatu paket pembelajaran telah
selesai kita laksanakan dan nilai kita memenuhi standart maka kita berhak naik
ke tingkat lebih tinggi. Dan di tingkat tersebut tetap akan ada dan malah lebih berat lagi adanya serangkaian
tes yang tentunya dengan materi lebih berat dan lebih sulit. Hal ini akan terus
terjadi hingga kita bisa mendapatkan suatu gelar pada tingkat yang tinggi. Ingin mendapatkan gelar doctor, professor, itu pilihan Anda. Atau
tidak ingin mendapatkan gelar sama sekali itu juga pilihan Anda.
Coba kita
pikirkan kembali, bagaimana rasanya ketika kita masih berada dalam rangkaian
tes itu?Berat,sulit tidur, pusing, dsb.
Tapi ketika
sudah selesai?Betapa leganya kita dan waktu yang begitu lama kita rasakan untuk
suasana berat itu tidak akan terasa lagi bahkan mungkin tidak akan diingat lagi
ketika kita menyelesaikannya.
Bukankah
perumpamaan itu sama persis dengan kehidupan kita.
Allah
sendiri yang mengajari kita,yang memberi kita ujian dan memberi nilai kita.
Allah tidak akan pilih kasih dan tak akan pernah salah dalam memberi nilai
kita. Betapa baiknya Allah, ketika ujian kehidupan kita laksanakan, kita
diperbolehkan mencontek cara orang lain untuk menyelesaikan ujian kita selagi
itu membuat kita berhasil melewatinya, dengan catatan, cara yang dilakukannya
masih mengikuti prosedur dan ketentuan dari Allah. Dan meskipun Allah tahu kita mencontek,
Allah sekali-kali tidak mengurangi nilai kita ataupun memarahi kita. Dia selalu
dan selalu tersenyum pada kita dan berada di samping kita untuk memberikan
pengarahan. Lalu jika sudah demikian bukankah ujian tidak akan terasa lagi?
Yang
sesungguhnya menjadi masalah ketika ujian dibebankan kepada kita ialah diri
kita sendiri. Kita tidak percaya pada diri kita bahwa kita akan mampu
melaluinya.
Ketika Allah
memberikan kita suatu ujian tentunya Dia telah tahu seberapa besar kemampuan kita
karena ujian Allah bukan untuk mempermalukan kita atau untuk menggagalkan kita
melainkan untuk membuat kita naik tingkatan menjadi hamba-hambaNya yang
terbaik.
Bukankah
kita hidup untuk hal itu?Untuk apa kita hidup?Untuk Allah…hanya untuk Allah.
Jika kita
memang sadar akan hal itu bukankah seharusnya tak ada yang lebih menyakitkan
dalam kehidupan kita kecuali dibenci oleh Allah?
Sungguh
betapa sakitnya kita jika sampai itu terjadi. Tapi Allah selalu menyayangi
kita. Dia tidak pernah membuat kita sakit. Dia selalu ada untuk kita.
Tapi Allah selalu menyayangi kita. Dia tidak pernah membuat kita sakit. Dia selalu ada untuk kita.
Saya percaya
dengan semua itu karena Allah selalu ada untuk saya. Saya pun yakin, Dia selalu
ada untuk Anda.
Allah akan
sama dengan pandangan hambaNya. Ketika kita berpikir Allah jauh maka Allah akan
jauh tapi jika kita berpikir Allah selalu ada untuk kita maka Allah akan
begitu.
Berapa kali
nyawa saya terancam oleh maut ,berapa kali pula Allah menyelamatkan saya. Itu
sudah sangat nyata bahwa Allah ada untuk saya dan Dia belum menghendaki
kepergian saya. Lalu beban
hidup seperti apa lagi yang saya takutkan?
Terkadang
ketika kita hidup untuk diri kita sendiri maka semua itu cukup, lalu bagaimana
jika kita memiliki kehidupan beragam dengan banyak orang?
Sulitnya
ialah menyamakan isi kepala dan hati kita dengan orang lain. Kita yakin tapi
belum tentu orang lain yakin. Sehingga akan ada banyak goncangan dan gesekan
yang bisa menimbulkan percikan api. Itulah yang kemudian disebut hidup. Hidup
itu dinamis.
Dan Allah
ingin kita belajar bersama-sama agar lulus ujian kita. Kita akan diberi ujian
berbeda menurut kemampuan kita, bukankah itu adil?
Kita akan diberi Allah ujian berbeda menurut kemampuan kita, bukankah itu adil?
Rasakan jika Anda siswa kelas
2 SMP lalu diberi ujian yang sama dengan kelas 2 SMA, tak mungkin bisa
bukan? Karena kita tidak mendapat pelajaran yang sama. Maka jika ujian kehidupan
kita lebih berat dari ujian teman kita,
janganlah bersedih hati karena bisa jadi Allah menilai kemampuan kita lebih
hebat daripada teman kita pada sisi kehidupan tertentu.
Dan ingatlah
tidak ada satupun manusia di bumi ini yang ujiannya lebih berat daripada
Rasulullah SAW dan tidak ada alasan untuk membantah hal itu.
Masihkah
sekarang kita mengeluh? Tak apa karena manusia memang makhluk yang lemah. Itu
berarti semakin menunjukkan kalau kita butuh Allah. Maka mintalah padaNya,
niscaya Dia akan mengabulkan.