Hai Sobat, kali ini saya ingin berbagi tentang cara menghargai hidup dengan berkaca pada hal sederhana yang lebih cenderung kita acuhkan.
Ada hal baru yang terpikir oleh saya. Tentang
bagaimana menimbang kehidupan dengan hal remeh yang sering saya acuhkan. Saya
lebih sering dan lebih asyik menimbang hal besar yang seakan benar-benar
mempengaruhi semua lini hidup dan sering mengabaikan hal kecil yang
sebenarnya akan lebih mendatangkan manfaat. Saat berada di singgasana mewah seakan dunia
hanya tercipta untuk kebahagiaan semata.
Saya perhatikan ikan-ikan hias di
aquarium. Bak raja dan ratu di dalam istana. Mereka mendapatkan tempat yang
luar biasa. Tapi apakah semua ikan beruntung? Tidak! Hanya beberapa ikan saja
yang mendapatkan nasib baik dipungut oleh manusia kemudian dipelihara di dalam
aquarium. Di sana mereka diberikan surga. Lihatlah aquarium yang berisi aneka
hiasan luar biasa, berbagai hiasan koral, batu, lampu, dan sebagainya. Coba kita
tengok sejenak aquarium itu, bak istana raja yang begitu mewah. Dan ikan yang
di dalamnya tentulah ikan-ikan indah yang ketika kita melihatnya pasti bergumam,
"Ya wajar, ikannya indah. Lantas jika itu adalah kita (manusia,red.) apakah
seperti itu juga? Jika kita tidak seindah dan secantik ikan-ikan tadi akankah
ada pemancing yang memasukkan kita ke dalam aquarium yang indah? Kita harus
cantik dan menarik untuk bisa membuat pemilik aquarium tertarik pada kita. Lalu
bentuk kecantikan yang seperti apa? Apa saja yang bisa membuat kita lebih
cantik. Ilmu, wajah, gaya, hati, atau apapun yang kita miliki bisa kita jadikan
ikon kecantikan kita. Bukankah cantik itu relatif? Tidak ada penetapan standar
kecantikan di dunia ini. Coba perhatikan setiap aquarium yang Anda temukan.
Bukankah ikan di dalamnya tidak sama melulu? Itu tergantung dari selera
pemiliknya bukan? Bisa saja ikan yang Anda rasa buruk dan tidak menarik justru
adalah ikan yang dianggap paling berharga oleh pemiliknya. Ya itulah…rasa
selalu relatif.
Jika kita berbicara tentang nasib ikan yang lain
(lele,red.), salah satu ikan yang dagingnya saya gemari. Sepintas, tidak ada
yang menarik darinya. Tapi coba kita sentuh hati kita untuk memperhatikan
hal-hal remeh dari lele yang justru memberikan banyak manfaat untuk kita.
Daging lele sangat enak, tentunya bagi penggemarnya saja termasuk saya. Jika
membeli penyetan (makanan dengan sayur, tempe tahu, ikan dengan sambal terasi tomat), kita bisa mendaptkan lele besar atau lele dengan ukuran kecil
yang dagingnya tipis dan besar kepalanya saja. Itu cukup menandakan bahwa lele
dengan ukuran kecil hingga besar sudah bisa dijadikan lauk oleh manusia.
Berarti berapa lama lele hidup di dunia ini? Sangat singkat bukan usianya? Tapi
lele mendatangkan kemanfaatan luar biasa. Tanpa lele, orang-orang seperti saya
yang menjadi penggemarnya tidak akan pernah tahu bahwa dengan memakannya dapat
menjadikan ketagihan dan ingin memakannya lagi. Betapa besar jasa lele untuk manusia. Dia tidak pernah
memprotes hal itu meski ketika usia belum mencukupi, ia telah dipisahkan dari
keluarganya. Bukankah kita tidak tahu bagaimana perasaan lele ketika terpisah
dengan orang-orang yang dia sayangi. Ya mungkin lele juga tidak punya perasaan dan hati yang bisa menimbang hal-hal yang dialami. Tapi untunglah juga, lele tidak pernah protes
sehingga sampai saat ini kita bisa merasakan lezatnya daging lele. Adakah manusia yang mau melakoni hidup
seperti lele? Hidup sebentar, terpisah dari keluarga kemudian mati secara elegant
untuk kemanfaatan yang lain? Syahid bukan? Tapi jika takdir seperti itu bisa
diubah maka saya dan mungkin Anda tentu tidak akan mau. Dan tetap beruntunglah
karena kita manusia, kita yang memakan lele dan kita tidak menjadi lele?
Sekarang pertanyaannya, “Lalu nikmat Tuhanmu yang
manakah yang kau dustakan?”
0 komentar:
Posting Komentar