Aku baru tahu isi hatinya dari salah seorang teman yang mendapatkan sms langsung darinya. Aku makin berpikir, jadi selama setengah tahun itu dia sebenarnya berlari-lari hatinya hanya untuk mencari perhatianku. Dan bodohnya aku yang tak mampu menyadarinya. Tapi tak boleh dia menyalahkanku. Toh dia sendiri yang bilang dulu bahwa dia nggak selevel denganku dan nggak mungkin dia jatuh hati padaku makanya aku pun menutup mata untuknya.
Dan tanpa aku sadari ternyata dia menaruh hati padaku. Lantas jika
sekarang dia menjadi orang fanatik seperti itu aku juga ikut bertanggung jawab.
Tak baik menyangkut pautkan urusan agama dengan perasaan tapi mau gimana lagi,
setidaknya aku punya alasan kuat dia berubah seperti itu.
“ Hai Fir, tumben nih nggak ama Ihsan. Biasanya lengket kayak
perangko” ujar Lia, salah satu temanku sejak SMA dulu. “Ya….kamu ‘kan
udah aku kasih tahu kalo Ihsan sekarang alergi dengan wanita.” Jawabku
enteng. “ Iyach sih…napa yah dia gitu…Masak maren katanya si Wisnu dia nolak
bonceng Nadia pas ketemu di jalan padahal kondisinya hujan deras dan udah agak
malam karena alasan bukan muhrim. Sama aja dengan bo’ong, selamat ke surga
ndiri tapi gak punya nilai kemanusiaan!” tutur Lia panjang lebar. “ Udahlah
Li, nggak sah ngomong apa-apa lagi. Aku yang udah kenal dia lama aja hampir tak
mampu mengenali sikapnya.”
Sore itu aku duduk di beranda kosku sambil merenungi dialogku
dengan Lia tadi siang. Kupikir terus, tambah lama tambah mikir aneh-aneh aku.
Apakah Ihsan sungguh kecewa padaku hingga dia seakan mengasingkan diri sambil
berkedok mendalami agama dengan sempurna. Tapi dipikir lagi, memang seberapa
hebat aku hingga mampu merubah psikologinya seperti itu sedang gadis yang dulu
dicintainya sebelum aku, jauh lebih cantik daripada aku. Aku berpikir demikian
karena aku tahu dia adalah tifikal laki-laki yang memandang wanita dari fisik.
Tapi jika analisaku salah mengapa dia bersikap tidak wajar kepadaku sejak dia
tahu aku memiliki seorang pria special dalam hidupku. Dia pernah marah kepadaku
karena aku tidak memberitahunya jika aku telah memiliki seorang kekasih. Dan
dia juga pernah menyatakan suka kepadaku meskipun dengan amat ragu. Sikapnya
yang telah banyak pengorbanan baik materi, tenaga, waktu telah benar-benar
membuktikan kalau dia memang sangat menjagaku. Tapi, dia juga salah. Mengapa
tidak mengatakannya sebelum aku bersama orang lain. Sekarang masalahnya dia
memperlakukanku dengan sangat tidak bijak. Belum satu bulan aku sibuk dengan
tugas-tugas baruku sehingga aku jarang bertemu dengannya, tiba-tiba saat
bertemu, dia memperlakukanku sangat aneh dan lagi-lagi dia menjadikan ‘ agama ‘
sebagi tameng. Dia sangat tahu kalau aku sangat menjunjung tinggi masalah agama
dan aku tidak mungkin berdebat jika menyangkut hal itu. Tapi kata-katanya itu seakan
aku ini adalah orang yang begitu dangkal pengetahuan agamanya. Dan apakah
dengan dia tak mau berboncengan dengan wanita lantas dia tak mau menolong Nadia
karena alasan bukan muhrim padahal Nadia sedang dalam kondisi butuh bantuan dan
apakah aku tetap harus membenarkannya? Tidak! Aku tahu mungkin aku bukan orang
yang suci, bebas dari semua dosa, tapi aku punya hati dan aku nggak mau
membenarkan sikapnya itu. Lama sekali aku merenung hingga tak sadar adzan
maghrib berkumandang.aku pun segera masuk dan mengambil air wudlu untuk segera
malaksanakan perintah Allah yang satu itu.
“ Hai Fir, jadi tah programnya?”
temanku tiba-tiba ada di sampingku. “ Ya jadilah tapi aku minta izin untuk
mengurus masalah pribadiku ya…” jawabku kemudian. “ Iya..tentu” dia
menimpali. Aku pun kemudian segera mengambil HP dalam tasku dan mulai menekan
keypad HP. Dari kejauhan terdengar…tit…tit..tit….” Iya halo, assalamualaikum
Fir” seorang laki-laki menjawab. ”Waalaikumsalam. Maaf mengganggumu San.
Kamu sedang ada kesibukan nggak? Ada hal ingin aku sampaikan.”
jawabku “Oh nggak ada kerjaan kok. Mau ngomong apa silakan” Ihsan
berkata. ” Ihsan aku mau minta maaf jika aku selalu merepotkanmu.
Apalagi jika kamu merasa terganggu karena sikapku yang kau pikir tak sepaham
denganmu.Kau masih ingat Nadia? Ok aku nggak akan ikut campur tapi perlu kamu
tahu aja bahwa bersikap rigid terhadap suatu permasalahan tidak selalu
membawamu pada hal yang baik. Karena sesuatu yang baik jika dilakukan dengan
cara tidak baik hasilnya nggak akan sempurna baik. Maaf jika kata-kataku
terlalu panjang.” Ucapku pada Ihsan “ Ya Fir, maaf mungkin kita memiliki
prinsip beda tapi inilah aku sekarang.” Ihsan menjawab “ Ya aku tahu dan
akupun tak pernah ada niat buat campuri hidupmu kok, jadi tenang aja. Tapi aku
mau tahu, apakah kamu bersikap ‘anarkis’ kayak gitu karena aku juga?”
kataku kepada Ihsan. Ihsan tak menjawab sepatahpun, kemudian tiba-tiba setelah
diam agak lama, dia berkata ”Maaf aku ada kegiatan, kapan-kapan kita sambung
lagi ngobrolnya ya. Assalamualaikum.” Dengan tergopoh-gopoh Ihsan menutup
telponnya. Aku tak berpikir panjang tentang ini, aku hanya berpikir seandainya
dia berubah karena memang diniatkan begitu aku berdoa semoga Allah senantiasa
melindungi hatinya tapi jika melakukan ini karena suatu alasan tertentu maka
aku berharap dia akan sadar sebelum dia terjatuh.
0 komentar:
Posting Komentar