Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Akan Kau Tahu Nanti



Dadaku sungguh panas! Tak tahan….amarahku memuncak. Ingin rasanya ku tinju saja dia. Sayangnya aku tak kuasa pula melihat wajah Narnia. Senyumnya yang selalu melemahkan hatiku membuat segala marahku yang memuncak langsung luluh lantak seketika. Ya Allah………….Sungguh begitu indah gadis ini. Ini yang membuatku tak kuasa membiarkan satupun gadis singgah di hatiku kecuali dia. Cinta pertamaku dan mungkin jadi cinta terakhirku pula karena sampai detik ini aku tak mampu berpaling darinya.

Seperti biasa aku yang masih sibuk dengan tugas kuliahku kini jarang menghubungi Narnia. Tapi alhamdulillah, dia rupanya baik-baik saja. Dan dia juga nampak bahagia dengan kehidupannya sekarang, dengan kekasih yang amat disayanginya itu. Kadang iri hati singgah dalam hatiku. Betapa beruntungnya laki-laki itu hingga bisa mendapatkan wanita yang selama tujuh tahun tak pernah beralih dari hatiku. Aku selalu berharap Narnia melihatku, melihatku sebagai seorang laki-laki yang mampu menjaganya bukan hanya sebagai sahabatnya. Tapi apalah daya, cintaku membuatku lemah. Aku tak mampu mengatakan apapun tentang perasaanku. Tak pernah pun aku menyampaikan isi hatiku,. Sungguh tak mampu. Yang bisa aku lakukan hanyalah memberi perhatian padanya.

Sore itu aku berbincang-bincang dengannya. Sengaja aku datang ke kampus Narnia dan menjemputnya untuk mengajaknya makan ke salah satu cafe di kota ini. Aku bilang kepadanya kalau aku ingin mentraktirnya. Padahal itu hanya alasan agar aku bisa melihat wajahnya. Kami berbincang-bincang lama. Banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari nostalgia masa SMA, tentang kabar terbaru kawan-kawan kami, tentang kuliah, dan tentunya tentang kehidupan kami  masing-masing. Dari pembicaraan tentangku dan tentangnya sedari tadi aku tak mendengar Narnia bercerita tentang kekasihnya. Aku penasaran, masihkah bersamanya atau telah putus. Meskipun ada segelemit harapan mereka sudah tak ada hubungan tapi aku tak kan setega itu membiarkan Narnia kehilangan laki-laki yang amat dia sayangi itu. Karena diburu perasaan penasaranku akhirnya aku mencoba bertanya padanya. “ Btw Nar, kabar Hidar gimana?” tanyaku sejurus kemudian. Agak lama Narnia membiarkanku terdiam. Rupanya dia seakan mengerti aku sangat penasaran tentang hal ini. Jelas saja pasti di wajahku tergambar rasa penasaran yang amat. Dia sudah hafal dengan kebiasaanku meskipun dia mungkin tak tahu kalau dibalik rasa penasaranku ini tersimpan perasaan yang begitu dalam padanya. Lalu dengan senyumnya yang membuatku tak karuan itu, dia memberi jawaban yang sedari tadi telah aku tunggu. “ Alhamdulillah baik Zal…” Duh serasa ada gelas pecah,yah…hatiku patah lagi. Aku berusaha menguasai diri dan tak kutunjukkan perasaanku itu. Aku pun bertanya lebih lanjut tentang Hidar. Dan dia pun tak segan menceritakan kisah mereka padaku. Meskipun hatiku panas mendengarnya tapi tak apalah, toh tadi yang bertanya juga aku sendiri. Cukup lama kami berbincang hingga tak terasa sudah pukul empat sore. Aku menawarkan padanya untuk tetap di sini atau pulang dan dia meminta pulang. Aku pun mengantarnya kembali ke asramanya kemudian aku berpamitan pulang.

Suatu sore aku pergi ke salah satu toko buku  karena aku membutuhkan beberapa buku untuk tugas mata kuliahku. Bidang informatika yang aku pilih akan aku pertanggungjawabkan dengan baik. “ Duh amat susah aku temukan buku itu! Harusnya di daftar katalog yang aku lihat tadi deretan rak ini sudah benar.” gerutuku. Aku terus berusaha mencari buku itu. Saat aku sedang konsentrasi membaca satu persatu judul buku yang tertera di cover masing-masing buku, aku mendengar dengan tanpa sengaja dua orang tengah bercakap-cakap dengan pelan. Aku berada di sebelah mereka. “ Yakin nih dengan pacarmu yang sekarang?” kata laki-laki pertama “ Ya tentulah! Aku sayang banget dengan dia Adi….” jawab pria kedua. Aku tersenyum sendiri mendengar pembiacaraan mereka. “ Duh yang lagi fall in love”, gumamku dalam hati. Aku mendengar lagi dialog mereka,” Dar…Hidar…Kau sudah melupakan mantanmu yang seksi itu” deg….dadaku bergetar. Tak salah dengarkah aku! Dia tadi memanggil nama ‘ Hidar’. Ku coba tenangkan hati, tidak mungkin dia adalah Hidar kekasih Narnia. Nama Hidar di dunia ini banyak kembarannya. “ Yah harus lupa, ‘kan aku sekarang punya Narnia” sontak aku kaget tak terkira. Ini semakin membuatku tak karuan. Benarkah dia tengah membicarakan Narnia, seorang yang amat aku sayangi. Aku pasang lebih tajam telingaku. “ Oh gitu…wah kayaknya kamu sudah niat nih. Tapi gimana nurutmu Dar tentang mereka?” tanya laki-laki yang dipanggil dengan ‘Adi’. “ Secara fisik Indah lebih ok ketimbang Narnia. Ok dech ayo balik karena nanti Narnia memintaku menjemputnya di Asrama Abikulah…” jawab Hidar.  “ Apa tuh Abikulah?”  tanya Adi. “ Nama asrama tempat dia tinggal selama kuliah di sini.” Hidar pun menjawab. Syet………..rasanya ingin saat ini juga ku jotos laki-laki ini. Gila! Narnia dibandingkan dengan wanita lain dengan serendah itu. Aku sangat yakin yang dibicarakan adalah Narniaku. Jelas sekali satu-satunya asrama yang bernama Abikulah hanya satu di kota ini dan berada di lingkungan kampus Narnia. Apalagi aku tahu benar penghuni asrama itu tak sampai sepuluh orang karena asrama itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu dan satu-satunya penghuni di asrama itu yang bernama Narnia hanya satu dan itu adalah Narnia-ku. Sialan si Hidar! Bagaimana mungkin Narnia bisa sayang pada laki-laki seperti itu. Sungguh miris hatiku. Narnia yang polos seperti itu dibanding-bandingkan secara fisik dengan wanita lain. Apa lagi yang kurang dari seorang Narnia! Tak tahu apa Narnia disukai banyak laki-laki. Beruntung saja si Hidar itu bisa memilikinya. Tak kuat menahan amarahku aku lagsung pergi tanpa memperdulikan lagi mereka yang masih ngobrol di sampingku.

Malam harinya hatiku gelisah. Aku masih terbayang-bayang kejadian tadi siang. Aku tak sanggup membayangkan Narnia jika tahu tentang semua ini. Dia begitu polos. Dia gadis yang manis. Bagiku dia yang terbaik dan yang terindah di dunia ini. Dia tak bisa membenci orang walaupun dia disakiti. Dia selalu menunjukkan senyumnya meskipun hatinya kadang gundah gulana. Dia gadis yang kuat. Aku terlalu mengaguminya karena dia memang pantas untuk dikagumi. Drt….drt….drt…..hp-ku bergetar rupanya ada sms masuk. Aku raih hp-ku dan ups…Narnia sms aku. Aku baca smsnya.




Tersenyum aku baca sms Narnia. Dia selalu datang membawa senyuman. Kehadirannya selalu membawa kebahagiaan. Meskipun dari isi sms-nya itu aku sedih karena itu berarti aku akan semakin jauh darinya. Tak ku balas sms Narnia agar dia bisa segera istirahat. Karena aku tahu jika aku membalasnya maka dia akan merasa tidak enak untuk memutus sms dari temannya dengan begitu saja karena dia begitu menghargai hati temannya. Narnia…itulah dia.

Dua hari telah berlalu. Semua terhapus begitu saja ditelan kesibukan. Malam ini aku putuskan jalan-jalan ke taman kota untuk melepas penat.

Pukul 19.00 WIB aku telah sampai ke taman. Huh…dingin juga malam ini. Semoga saja hujan tak turun. Awalnya ku cari tempat duduk yang nyaman. Ramai juga. Aku lihat ada beberapa orang sedang menikmati malam ini juga di taman. Dari tingkahnya rupanya di dekatku ini ada rombongan keluarga yang sedang mencari kesegaran juga. Aku putuskan untuk jalan-jalan saja.

Udara malam ini begitu menusuk. Tapi jika bersama orang yang disayangi mungkin bisa lebih indah. Aku jadi teringat dengan Narnia. Andai saja hatiku bisa menembus hatinya dan memintanya ada di sini saat ini. Tapi aku tahu itu tak mungkin. Dalam sepi ini dari arah depan aku mendengar suara berisik tapi agak pelan juga. Aku percepat langkahku. Dan dari kejauhan aku lihat….Hidar…yah benar itu Hidar. Tapi dia bersama siapa. Ada seorang gadis sedang bersamanya. Ada apa ini! Entah tiba-tiba instingku menyuruhku bersembunyi di balik pohon. Dengan napas terengah-engah aku bersembunyi sambil mendengarkan percakapan mereka. “ Mas, tolong dengerin aku. Indah minta maaf Mas. Tolong maafin Indah. “ kata gadis yang menyebut dirinya dengan nama ‘Indah’. “ Udahlah. Tolong jauhi aku. Kita udah gak ada apa-apa lagi. Kamu tahu ‘kan sekarang aku udah punya pacar. Aku udah punya Narnia.” jawab Hidar. “ Tapi Mas….Apa yang kamu lihat dari dia? Aku lebih baik darinya. Kamu gak lihat itu ta Mas Hidar?” kata Indah. “ Udah…udah…aku sudah bilang aku gak mau ngomong apa-apa lagi! Tolong jangan ganggu aku lagi.” Hidar menjawab. “ Aku mau balik ma kamu Mas Hidar….aku tahu kamu masih sayang ke aku.” Indah masih tak mau menyerah. “ Kamu salah!” jawab Hidar dengan kesal.  Tiba-tiba gadis itu mendekati Hidar. Dengan pakaian terbukanya itu dia merayu Hidar. Aku lihat tangannya mulai menyentuh tubuh Hidar. Hidar menghindar tapi tangan gadis itu meraih tangan Hidar dan gadis itu memeluknya. Hidar tetap mencoba menjauhinya. Bodoh! Bodoh sekali aku. Mengapa aku tadi di sini. Apalagi menyaksikan semua ini. Tidak penting. Akhirnya aku berbalik dan keluar dari persembunyianku. Tapi saat aku keluar dari persembunyianku tiba-tiba Hidar dan gadis itu menoleh ke arahku. Ups….bodohnya aku! Aku mengumpat pada diriku sendiri. Bodohnya aku! Bagaimana ini. Pasti mereka berpikir aku mengintip. Apa juga yang harus aku katakan pada Hidar. Dia ‘kan mengenalku. Pikiranku kalut saat itu. Tapi di tengah kebingunganku itu, aku tersentak kaget saat mendengar ucapan lirih Hidar yang seakan keluh sekali. Dan jelas sekali terdengar dia berkata,” Narnia…………” sontak jantungku seakan berhenti sejenak. Aku langsung berbalik dan….yah Narnia…dia di belakangku. Dia….dia meneteskan air mata. Wajahnya penuh dengan air mata. Aku, Hidar, dan semua yang ada di tempat itu diam,diam membisu,tak ada yang bergerak sedikitpun dari posisinya. Kami terpaku di tempat.dan aku…aku berada tepat di hadapan Narnia yang tak berkata sepatah katapun. Dia hanya menangis. Aku tak sanggup melihatnya. Tapi aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku merasa sangat bodoh saat ini. Aku merasa tak ada artinya sama sekali karena tak bisa melakukan apa-apa.

Hidar rupanya menyadari keadaan lebih dulu. Dia berlari menghampiri Narnia. Dia langsung memeluk Narnia. Aku lihat dia berkata sesuatu tapi tak ku tahu apa itu. Aku masih terpaku. Sedari tadi aku fokus pada tatapan mata Narnia yang kosong. Aku lihat Hidar berbicara tapi tak ada tanggapan sedikitpun dari Narnia. Bahkan sinar matanya pun tak berubah sedikitpun. Aku semakin kuatir. Apa yang terjadi padanya. Dia diam….tapi meneteskan air mata tanpa bersuara sama sekali. Apakah dia teramat shock melihat kejadian ini. Tapi ini hanya salah paham. Aku tahu itu. Tapi hati Narnia terlalu halus jika harus melihat semua ini. “ Narnia dengarkan aku…aku mohon” Hidar berbicara lebih keras hingga aku terdengar olehku. Dia melepas pelukannya dan dia berlutut di hadapan Narnia. Tapi Narnia…dia tetap membisu….” Aku minta maaf…dengarkan aku Narnia…semua cuma salah paham.” suara Hidar bergetar. Dia juga menangis tapi Narnia tak memberi respon apapun. Dia tetap diam sambil meneteskan air mata. Mungkin Hidar telah menyerah. Segera dia bangun dan memegang tubuh Narnia. “ Narnia bicaralah…jangan diam begini. Aku tak tahu apa yang kamu pikirkan. Aku mohon. Jika kau mau membenciku, jika mau marah ayo marah…tapi jangan diam begini…aku mohon Narnia…” Hidar masih membujuk Narnia. Tapi tak ada sedikitpun respon darinya. Hidar memegang tangannya, dia memukul-mukulkan tangan Narnia ke pipinya,” Tampar aku jika kamu mau…tampar….tapi aku mohon bicaralah…aku mohon…” aku semakin bingung dan resah. Tapi kakiku rapuh…aku lemas tak bisa berbuat apa-apa hingga aku terjatuh ke tanah…aku kuat-kuatkan diriku. Hidar menatapku tapi segera dia fokus pada Narnia. “ Narnia aku mohon…..” Hidar kembali membujuk Narnia. Dan tiba-tiba wajah Narnia yang sedari tadi menunduk kini terangkat ke atas. Kami kaget….Dan tiba-tiba, “ Aku tahu Mas Hidar aku tak se-perfect dia…” kami kaget mendengar itu tapi masih diam karena kami menunggu Narnia menyelesaikan perkataannya.” Aku tahu, aku tak bisa menggantikannya. Aku terlalu buruk. Kau tahu Mas, semua yang kulakukan selama ini karena aku sayang kamu. Aku sangat sayang sama kamu. Itu yang aku punya untukmu. Aku berada di sini karena aku tadi mengikutimu. Tadi akun mau menemuimu karena ada yang ingin aku sampaikan tapi aku lihat kamu keluar dan aku mengikutimu. Dan akhirnya sampai di sini. Aku melihatmu bersama Indah….”  Narnia menghentikan kata-katanya. Kami masih terdiam. “ Jika kamu tidak mampu melupakan Indah, aku akan membantumu.” Ucap Narnia. Sontak Hidar kaget dan langsung menjawab,” Maksudmu apa Nar?” “ Aku akan pergi….demi kamu dan Indah.” seketika air mata menetes dari wajah Hidar. Dia lemas….Dia tertunduk di tanah. Aku semakin bingung apa yang harus aku lakukan. Tapi tak lama Hidar bangkit dan mendekati Narnia. Dia memegang wajah Narnia dan berkata padanya,” Apa kamu sungguh tak percaya padaku hingga kamu mau pergi dariku? Aku tak peduli siapapun dan apapun wujudmu bahkan jika kamu seorang monster sekalipun. Aku tak peduli! Aku cinta kamu, cintai hatimu Narnia….jika kamu pergi dariku saat ini maka aku pun akan pergi jauh dari kamu hingga kamu tak kan sanggup melihatku lagi….selamanya……” Hatiku sakit…perih….semakin tercabik mendengarnya…aku merasa sangat kecil….andai saja aku yang berkata seperti itu pada Narnia…Aku lihat air mata Narnia semakin deras menetes. Mereka saling berpelukan. Dan aku pun memalingkan wajahku. Aku tak sanggup melihat semua itu. Cinta mereka semakin membuatku iri. Tak kulihat apa-apa di sini selain aku, Hidar, dan Narnia. Syet….Indah rupanya telah pergi sejak tadi. Gadis murahan! Gadis seperti itu yang Hidar bandingkan dengan Narnia. Amarahku kembali memuncak jika mengingatnya tapi ya sudahlah tak penting lagi, yang penting sekarang Narnia sepertinya tak kenapa-kenapa. Makin tak kuasa, aku pun pergi. Mencoba mengumpulkan energi untuk pergi menjauh dari mereka. Aku tak menoleh ke belakang sedikitpun. Aku tak tahu apa yang terjadi dan tak mau tahu. Aku hanya mendengar isak tangis mereka berdua. Semakin jauh aku berlalu…jauh…dan jauh….Aku temukan gelap…gelap yang akhirnya menyelimuti raga dan hatiku.






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar