Dadaku sungguh panas! Tak
tahan….amarahku memuncak. Ingin rasanya ku tinju saja dia. Sayangnya aku tak
kuasa pula melihat wajah Narnia. Senyumnya yang selalu melemahkan hatiku
membuat segala marahku yang memuncak langsung luluh lantak seketika. Ya Allah………….Sungguh
begitu indah gadis ini. Ini yang membuatku tak kuasa membiarkan satupun gadis
singgah di hatiku kecuali dia. Cinta pertamaku dan mungkin jadi cinta
terakhirku pula karena sampai detik ini aku tak mampu berpaling darinya.
Seperti biasa aku yang masih
sibuk dengan tugas kuliahku kini jarang menghubungi Narnia. Tapi alhamdulillah,
dia rupanya baik-baik saja. Dan dia juga nampak bahagia dengan kehidupannya
sekarang, dengan kekasih yang amat disayanginya itu. Kadang iri hati singgah
dalam hatiku. Betapa beruntungnya laki-laki itu hingga bisa mendapatkan wanita
yang selama tujuh tahun tak pernah beralih dari hatiku. Aku selalu berharap
Narnia melihatku, melihatku sebagai seorang laki-laki yang mampu menjaganya
bukan hanya sebagai sahabatnya. Tapi apalah daya, cintaku membuatku lemah. Aku
tak mampu mengatakan apapun tentang perasaanku. Tak pernah pun aku menyampaikan
isi hatiku,. Sungguh tak mampu. Yang bisa aku lakukan hanyalah memberi
perhatian padanya.
Sore itu aku
berbincang-bincang dengannya. Sengaja aku datang ke kampus Narnia dan
menjemputnya untuk mengajaknya makan ke salah satu cafe di kota ini. Aku bilang
kepadanya kalau aku ingin mentraktirnya. Padahal itu hanya alasan agar aku bisa
melihat wajahnya. Kami berbincang-bincang lama. Banyak hal yang kami bicarakan,
mulai dari nostalgia masa SMA, tentang kabar terbaru kawan-kawan kami, tentang
kuliah, dan tentunya tentang kehidupan kami masing-masing. Dari
pembicaraan tentangku dan tentangnya sedari tadi aku tak mendengar Narnia
bercerita tentang kekasihnya. Aku penasaran, masihkah bersamanya atau telah
putus. Meskipun ada segelemit harapan mereka sudah tak ada hubungan tapi aku
tak kan setega itu membiarkan Narnia kehilangan laki-laki yang amat dia sayangi
itu. Karena diburu perasaan penasaranku akhirnya aku mencoba bertanya padanya.
“ Btw Nar, kabar Hidar gimana?” tanyaku sejurus kemudian. Agak lama
Narnia membiarkanku terdiam. Rupanya dia seakan mengerti aku sangat penasaran
tentang hal ini. Jelas saja pasti di wajahku tergambar rasa penasaran yang
amat. Dia sudah hafal dengan kebiasaanku meskipun dia mungkin tak tahu kalau
dibalik rasa penasaranku ini tersimpan perasaan yang begitu dalam padanya. Lalu
dengan senyumnya yang membuatku tak karuan itu, dia memberi jawaban yang sedari
tadi telah aku tunggu. “ Alhamdulillah baik Zal…” Duh serasa ada gelas
pecah,yah…hatiku patah lagi. Aku berusaha menguasai diri dan tak kutunjukkan
perasaanku itu. Aku pun bertanya lebih lanjut tentang Hidar. Dan dia pun tak
segan menceritakan kisah mereka padaku. Meskipun hatiku panas mendengarnya tapi
tak apalah, toh tadi yang bertanya juga aku sendiri. Cukup lama kami
berbincang hingga tak terasa sudah pukul empat sore. Aku menawarkan padanya
untuk tetap di sini atau pulang dan dia meminta pulang. Aku pun mengantarnya
kembali ke asramanya kemudian aku berpamitan pulang.
Suatu sore aku pergi ke
salah satu toko buku karena aku membutuhkan beberapa buku untuk tugas
mata kuliahku. Bidang informatika yang aku pilih akan aku pertanggungjawabkan
dengan baik. “ Duh amat susah aku temukan buku itu! Harusnya di daftar
katalog yang aku lihat tadi deretan rak ini sudah benar.” gerutuku. Aku
terus berusaha mencari buku itu. Saat aku sedang konsentrasi membaca satu
persatu judul buku yang tertera di cover masing-masing buku, aku
mendengar dengan tanpa sengaja dua orang tengah bercakap-cakap dengan pelan.
Aku berada di sebelah mereka. “ Yakin nih dengan pacarmu yang sekarang?”
kata laki-laki pertama “ Ya tentulah! Aku sayang banget dengan dia Adi….”
jawab pria kedua. Aku tersenyum sendiri mendengar pembiacaraan mereka. “ Duh
yang lagi fall in love”, gumamku dalam hati. Aku mendengar lagi dialog
mereka,” Dar…Hidar…Kau sudah melupakan mantanmu yang seksi itu”
deg….dadaku bergetar. Tak salah dengarkah aku! Dia tadi memanggil nama ‘
Hidar’. Ku coba tenangkan hati, tidak mungkin dia adalah Hidar kekasih Narnia.
Nama Hidar di dunia ini banyak kembarannya. “ Yah harus lupa, ‘kan aku
sekarang punya Narnia” sontak aku kaget tak terkira. Ini semakin membuatku
tak karuan. Benarkah dia tengah membicarakan Narnia, seorang yang amat aku
sayangi. Aku pasang lebih tajam telingaku. “ Oh gitu…wah kayaknya kamu sudah
niat nih. Tapi gimana nurutmu Dar tentang mereka?” tanya laki-laki yang
dipanggil dengan ‘Adi’. “ Secara fisik Indah lebih ok ketimbang Narnia. Ok
dech ayo balik karena nanti Narnia memintaku menjemputnya di Asrama Abikulah…”
jawab Hidar. “ Apa tuh Abikulah?” tanya Adi. “ Nama
asrama tempat dia tinggal selama kuliah di sini.” Hidar pun menjawab.
Syet………..rasanya ingin saat ini juga ku jotos laki-laki ini. Gila! Narnia
dibandingkan dengan wanita lain dengan serendah itu. Aku sangat yakin yang
dibicarakan adalah Narniaku. Jelas sekali satu-satunya asrama yang bernama
Abikulah hanya satu di kota ini dan berada di lingkungan kampus Narnia. Apalagi
aku tahu benar penghuni asrama itu tak sampai sepuluh orang karena asrama itu
hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu dan satu-satunya penghuni di
asrama itu yang bernama Narnia hanya satu dan itu adalah Narnia-ku. Sialan si
Hidar! Bagaimana mungkin Narnia bisa sayang pada laki-laki seperti itu. Sungguh
miris hatiku. Narnia yang polos seperti itu dibanding-bandingkan secara fisik
dengan wanita lain. Apa lagi yang kurang dari seorang Narnia! Tak tahu apa
Narnia disukai banyak laki-laki. Beruntung saja si Hidar itu bisa memilikinya.
Tak kuat menahan amarahku aku lagsung pergi tanpa memperdulikan lagi mereka
yang masih ngobrol di sampingku.
Malam harinya hatiku
gelisah. Aku masih terbayang-bayang kejadian tadi siang. Aku tak sanggup
membayangkan Narnia jika tahu tentang semua ini. Dia begitu polos. Dia gadis
yang manis. Bagiku dia yang terbaik dan yang terindah di dunia ini. Dia tak
bisa membenci orang walaupun dia disakiti. Dia selalu menunjukkan senyumnya
meskipun hatinya kadang gundah gulana. Dia gadis yang kuat. Aku terlalu
mengaguminya karena dia memang pantas untuk dikagumi. Drt….drt….drt…..hp-ku
bergetar rupanya ada sms masuk. Aku raih hp-ku dan ups…Narnia sms aku. Aku baca
smsnya.
Tersenyum aku baca sms
Narnia. Dia selalu datang membawa senyuman. Kehadirannya selalu membawa
kebahagiaan. Meskipun dari isi sms-nya itu aku sedih karena itu berarti aku
akan semakin jauh darinya. Tak ku balas sms Narnia agar dia bisa segera
istirahat. Karena aku tahu jika aku membalasnya maka dia akan merasa tidak enak
untuk memutus sms dari temannya dengan begitu saja karena dia begitu menghargai
hati temannya. Narnia…itulah dia.
Dua hari telah berlalu.
Semua terhapus begitu saja ditelan kesibukan. Malam ini aku putuskan
jalan-jalan ke taman kota untuk melepas penat.
Pukul 19.00 WIB aku telah
sampai ke taman. Huh…dingin juga malam ini. Semoga saja hujan tak turun.
Awalnya ku cari tempat duduk yang nyaman. Ramai juga. Aku lihat ada beberapa
orang sedang menikmati malam ini juga di taman. Dari tingkahnya rupanya di dekatku
ini ada rombongan keluarga yang sedang mencari kesegaran juga. Aku putuskan
untuk jalan-jalan saja.
Udara malam ini begitu
menusuk. Tapi jika bersama orang yang disayangi mungkin bisa lebih indah. Aku
jadi teringat dengan Narnia. Andai saja hatiku bisa menembus hatinya dan
memintanya ada di sini saat ini. Tapi aku tahu itu tak mungkin. Dalam sepi ini
dari arah depan aku mendengar suara berisik tapi agak pelan juga. Aku percepat
langkahku. Dan dari kejauhan aku lihat….Hidar…yah benar itu Hidar. Tapi dia
bersama siapa. Ada seorang gadis sedang bersamanya. Ada apa ini! Entah
tiba-tiba instingku menyuruhku bersembunyi di balik pohon. Dengan napas
terengah-engah aku bersembunyi sambil mendengarkan percakapan mereka. “ Mas,
tolong dengerin aku. Indah minta maaf Mas. Tolong maafin Indah. “ kata
gadis yang menyebut dirinya dengan nama ‘Indah’. “ Udahlah. Tolong jauhi
aku. Kita udah gak ada apa-apa lagi. Kamu tahu ‘kan sekarang aku udah punya
pacar. Aku udah punya Narnia.” jawab Hidar. “ Tapi Mas….Apa yang kamu lihat
dari dia? Aku lebih baik darinya. Kamu gak lihat itu ta Mas Hidar?” kata
Indah. “ Udah…udah…aku sudah bilang aku gak mau ngomong apa-apa lagi! Tolong
jangan ganggu aku lagi.” Hidar menjawab. “ Aku mau balik ma kamu Mas
Hidar….aku tahu kamu masih sayang ke aku.” Indah masih tak mau menyerah. “ Kamu
salah!” jawab Hidar dengan kesal. Tiba-tiba gadis itu mendekati
Hidar. Dengan pakaian terbukanya itu dia merayu Hidar. Aku lihat tangannya
mulai menyentuh tubuh Hidar. Hidar menghindar tapi tangan gadis itu meraih
tangan Hidar dan gadis itu memeluknya. Hidar tetap mencoba menjauhinya. Bodoh!
Bodoh sekali aku. Mengapa aku tadi di sini. Apalagi menyaksikan semua ini.
Tidak penting. Akhirnya aku berbalik dan keluar dari persembunyianku. Tapi saat
aku keluar dari persembunyianku tiba-tiba Hidar dan gadis itu menoleh ke
arahku. Ups….bodohnya aku! Aku mengumpat pada diriku sendiri. Bodohnya aku!
Bagaimana ini. Pasti mereka berpikir aku mengintip. Apa juga yang harus aku
katakan pada Hidar. Dia ‘kan mengenalku. Pikiranku kalut saat itu. Tapi di
tengah kebingunganku itu, aku tersentak kaget saat mendengar ucapan lirih Hidar
yang seakan keluh sekali. Dan jelas sekali terdengar dia berkata,” Narnia…………”
sontak jantungku seakan berhenti sejenak. Aku langsung berbalik dan….yah
Narnia…dia di belakangku. Dia….dia meneteskan air mata. Wajahnya penuh dengan
air mata. Aku, Hidar, dan semua yang ada di tempat itu diam,diam membisu,tak
ada yang bergerak sedikitpun dari posisinya. Kami terpaku di tempat.dan aku…aku
berada tepat di hadapan Narnia yang tak berkata sepatah katapun. Dia hanya
menangis. Aku tak sanggup melihatnya. Tapi aku tak tahu apa yang harus aku
lakukan. Aku merasa sangat bodoh saat ini. Aku merasa tak ada artinya sama
sekali karena tak bisa melakukan apa-apa.
Hidar rupanya menyadari
keadaan lebih dulu. Dia berlari menghampiri Narnia. Dia langsung memeluk
Narnia. Aku lihat dia berkata sesuatu tapi tak ku tahu apa itu. Aku masih
terpaku. Sedari tadi aku fokus pada tatapan mata Narnia yang kosong. Aku lihat
Hidar berbicara tapi tak ada tanggapan sedikitpun dari Narnia. Bahkan sinar
matanya pun tak berubah sedikitpun. Aku semakin kuatir. Apa yang terjadi
padanya. Dia diam….tapi meneteskan air mata tanpa bersuara sama sekali. Apakah
dia teramat shock melihat kejadian ini. Tapi ini hanya salah paham. Aku tahu
itu. Tapi hati Narnia terlalu halus jika harus melihat semua ini. “ Narnia
dengarkan aku…aku mohon” Hidar berbicara lebih keras hingga aku terdengar
olehku. Dia melepas pelukannya dan dia berlutut di hadapan Narnia. Tapi
Narnia…dia tetap membisu….” Aku minta maaf…dengarkan aku Narnia…semua cuma
salah paham.” suara Hidar bergetar. Dia juga menangis tapi Narnia tak
memberi respon apapun. Dia tetap diam sambil meneteskan air mata. Mungkin Hidar
telah menyerah. Segera dia bangun dan memegang tubuh Narnia. “ Narnia
bicaralah…jangan diam begini. Aku tak tahu apa yang kamu pikirkan. Aku mohon.
Jika kau mau membenciku, jika mau marah ayo marah…tapi jangan diam begini…aku
mohon Narnia…” Hidar masih membujuk Narnia. Tapi tak ada sedikitpun respon
darinya. Hidar memegang tangannya, dia memukul-mukulkan tangan Narnia ke
pipinya,” Tampar aku jika kamu mau…tampar….tapi aku mohon bicaralah…aku
mohon…” aku semakin bingung dan resah. Tapi kakiku rapuh…aku lemas tak bisa
berbuat apa-apa hingga aku terjatuh ke tanah…aku kuat-kuatkan diriku. Hidar
menatapku tapi segera dia fokus pada Narnia. “ Narnia aku mohon…..”
Hidar kembali membujuk Narnia. Dan tiba-tiba wajah Narnia yang sedari tadi
menunduk kini terangkat ke atas. Kami kaget….Dan tiba-tiba, “ Aku tahu Mas
Hidar aku tak se-perfect dia…” kami kaget mendengar itu tapi masih diam
karena kami menunggu Narnia menyelesaikan perkataannya.” Aku tahu, aku tak
bisa menggantikannya. Aku terlalu buruk. Kau tahu Mas, semua yang kulakukan
selama ini karena aku sayang kamu. Aku sangat sayang sama kamu. Itu yang aku
punya untukmu. Aku berada di sini karena aku tadi mengikutimu. Tadi akun mau
menemuimu karena ada yang ingin aku sampaikan tapi aku lihat kamu keluar dan
aku mengikutimu. Dan akhirnya sampai di sini. Aku melihatmu bersama Indah….”
Narnia menghentikan kata-katanya. Kami masih terdiam. “ Jika kamu tidak
mampu melupakan Indah, aku akan membantumu.” Ucap Narnia. Sontak Hidar
kaget dan langsung menjawab,” Maksudmu apa Nar?” “ Aku akan
pergi….demi kamu dan Indah.” seketika air mata menetes dari wajah Hidar.
Dia lemas….Dia tertunduk di tanah. Aku semakin bingung apa yang harus aku
lakukan. Tapi tak lama Hidar bangkit dan mendekati Narnia. Dia memegang wajah
Narnia dan berkata padanya,” Apa kamu sungguh tak percaya padaku hingga kamu
mau pergi dariku? Aku tak peduli siapapun dan apapun wujudmu bahkan jika kamu
seorang monster sekalipun. Aku tak peduli! Aku cinta kamu, cintai hatimu
Narnia….jika kamu pergi dariku saat ini maka aku pun akan pergi jauh dari kamu
hingga kamu tak kan sanggup melihatku lagi….selamanya……” Hatiku
sakit…perih….semakin tercabik mendengarnya…aku merasa sangat kecil….andai saja
aku yang berkata seperti itu pada Narnia…Aku lihat air mata Narnia semakin
deras menetes. Mereka saling berpelukan. Dan aku pun memalingkan wajahku. Aku
tak sanggup melihat semua itu. Cinta mereka semakin membuatku iri. Tak kulihat
apa-apa di sini selain aku, Hidar, dan Narnia. Syet….Indah rupanya telah pergi
sejak tadi. Gadis murahan! Gadis seperti itu yang Hidar bandingkan dengan
Narnia. Amarahku kembali memuncak jika mengingatnya tapi ya sudahlah tak
penting lagi, yang penting sekarang Narnia sepertinya tak kenapa-kenapa.
Makin tak kuasa, aku pun pergi. Mencoba mengumpulkan energi untuk pergi menjauh
dari mereka. Aku tak menoleh ke belakang sedikitpun. Aku tak tahu apa yang
terjadi dan tak mau tahu. Aku hanya mendengar isak tangis mereka berdua.
Semakin jauh aku berlalu…jauh…dan jauh….Aku temukan gelap…gelap yang akhirnya
menyelimuti raga dan hatiku.
0 komentar:
Posting Komentar