“Kamu memang berhasil dalam segala hal termasuk akademik, organisasi, bahkan prestasi lain, tapi dalam urusan cinta, kamu adalah seorang pecundang”.
Kalimat itu adalah kalimat yang
diucapkan oleh seseorang yang saya kenal dan itu secara langsung disampaikannya
kepada saya dengan blak-blakan. Meskipun kejadian tersebut sudah cukup lama
tapi rupanya ingatan saya masih bekerja dengan baik sehingga saya masih mampu
merasakan ketidaknyamanan ketika mengingatnya. Kali ini karena saya
berhadapan dengan suatu hal yang mengarah ke arah yang sama maka saya ingin
sedikit menyampaikan aspirasi saya meski dengan suatu untaian pernyataan yang
sebenarnya sederhana tapi diperlukan hati nurani yang bersih untuk dapat
memahaminya.
Pernyataan kenalan saya tersebut, setelah
saya pikir panjang ternyata merujuk pada pernyataan yang kurang lebih
demikian, ” Kamu seorang aktivis wanita / organisatoris, kamu bisa berhasil
dalam bidang itu tapi tidak dalam urusan cinta.” Dengan kata lain hal ini bisa
diungkapkan dengan pertanyaan “Apakah setiap wanita yang aktif dalam kegiatan
di luar kegiatan wajibnya yakni kuliah akan selalu merasakan gagal dalam urusan
cinta?”
Meninjau dari banyak hal dan pengalaman
dari banyak orang, ternyata sebenarnya banyak kejadian sama yang dialami oleh
banyak wanita terkait urusan cinta dan keaktifannya dalam suatu bidang.
Saya kurang mengerti sebenarnya, hal apa
yang sesungguhnya mendasari pemikiran bahwa wanita yang “sibuk” itu cintanya
akan menjauh. Karena menurut saya, tidak ada korelasi yang jelas dalam dua
masalah tersebut.
Namun, berdasarkan riset sederhana yang telah
saya lakukan, ternyata ada beberapa hal yang mendasari pecahnya hubungan asmara
jika wanita adalah seorang aktivis / organisatoris sedangkan sang pria bukan.
Beberapa diantaranya ialah:
- · Sang pria merasa terabaikan ketika wanita lebih sibuk dengan kegiatannya apalagi jika seharian tidak ada waktu untuk mengurusi sang pria.
- · Pria meskipun dari luarnya terlihat tegar, gagah, kuat, dan sebagainya, ternyata ia juga makhluk "manis" yang jika dicermati lebih dalam sesungguhnya membutuhkan kasih sayang wanita untuk membuatnya lebih damai / tenang.
- · Pria merasa sendiri ketika sang wanita sibuk dengan kegiatan, ditambah sang pria sedang banyak masalah sehingga tidak ada tempat untuk berbagi.
- · Ada beberapa pria yang memang fanatik dengan egoisme lamanya, yang pertama ialah pria berpikir wanita itu harus tinggal di rumah sebelum gelap / malam hari, wanita tidak boleh lama-lama di luar rumah / kost (untuk yang nge-kost), wanita harus mengikuti “apapun” yang diucapkan pria, wanita tidak berhak mengajukan pendapat, menyela pendapat pria, menjelaskan sudut pandangnya ketika sang pria telah mengutarakan pendapatnya, bahkan wanita tidak berhak memiliki alasan tepat untuk menolak peraturan pertama di atas atau jika melanggar maka sanksinya adalah dikenakan hukuman sebagai “pelawan / pemberontak / wanita tidak ber-etitude, dan sebagainya.
Menurut saya, ada banyak tinjauan yang
harus diperhatikan dalam menindaklanjuti kasus di atas. Bahwasanya ada beberapa
alasan masuk akal yang bisa dicermati sebenarnya dimana hal tersebut bukan
hanya berlaku sebagai sesuatu hal yang hanya membela wanita tapi lewat hal-hal
tersebut kita jadi bisa memahami bagaimana kasus tersebut sebenarnya tidak perlu
terjadi dan tidak perlu dijadikan sebagai “takdir buruk” bagi wanita aktif.
Pertama, ingatkah Anda tentang
pernyataan berikut ini?
“Dibalik seorang laki-laki sukses tentunya ada seorang wanita hebat, dialah istri dan ibunya”
Sekarang saya ingin mengajak pembaca
untuk merenung. Wanita hebat seperti itu didapatkan dengan cara seperti
apa?? Apakah dengan diam, dengan berlama-lama di rumah atau di kost saja tiba-tiba merubah wanita biasa
menjadi luar biasa?
Apakah dengan HANYA kuliah lalu seusai
kuliah dia langsung pulang, lantas dia menjadi seorang wanita hebat yang bisa
menopang suami / anak – anaknya kelak yang seharusnya hebat dengan keberadaan
dirinya?
Sebagai seorang manusia yang terdidik,
saya rasa Anda akan mengerti bahwa seorang yang hebat itu tidak datang dengan tiba-tiba
tapi justru diperoleh dengan usaha keras dengan mencari banyak pengalaman,
dengan mencari banyak ilmu di sana-sini. Saya tidak akan mengatakan bahwa
mencari ilmu selain dari bangku kuliah adalah hanya dengan ikut organisasi, TIDAK
demikian! Ada banyak cara untuk mendapatkan ilmu, salah satunya mungkin bagi
mereka yang lebih suka dengan hal-hal berbau agamis maka tidak ada salahnya
menekuni bidang tersebut demi mencari ilmu. Dan saya rasa, saya pun tidak perlu
mengatakan apapun untuk menerangkan kepada Anda tentang ini karena saya tahu
Anda yang membaca tulisan saya adalah Anda, seorang yang cerdas dan berhati
nurani sehingga mampu melihat hal ini dengan mata hati Anda.
Tidak ada salahnya ‘kok bagi pria yang memiliki pasangan super sibuk dengan kegiatan di
luar jam kuliah, selama itu positif. Dan saya rasa justru Anda sebagai orang
yang sangat dekat dengan wanita tersebut, mampu memerankan posisi Anda sebagai
orang bijaksana yang dalam hal ini berpikir demikian:
Saya bangga dengan pasangan sayaSaya bangga karena ia berpikir ke depanSaya bangga karena ia melakukan tugasnya sebagai seorang wanita saat ini untuk mencari ilmu sebagai salah satu perwujudan keinginannya melakukan “iqra’ “Saya bangga karena pasangan saya adalah seorang calon ibu yang baik karena seorang anak yang baik, beriman, cerdas, berbudi pekerti luhur itu dilahirkan dari rahim seorang wanita hebat yang beriman, berilmu, berbudi pekerti luhur pulaSaya bangga karena pasangan saya menyadari perannya sebagai seorang revolusioner hidup karena dalam posisinya sebagai wanita yang bisa dengan mudah kelelahan, ia masih tetap berusaha sekuat tenaga melatih dirinya menjadi pribadi yang kuat dan berprinsip demi cita-citanyaSaya bangga karena pasangan saya memikirkan masa depannya dan berusaha untuk tidak hanya mengandalkan suaminya kelak dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganyaSaya bangga karena pasangan saya berorientasi pada kemakmuran hidup kedua orang tuanya, saudar-saudaranya, keluarganya yang lainSaya bangga memiliki pasangan saya
Begitu mulia bukan jika kita mendengar
kata-kata seperti itu jika dari seorang laki-laki dewasa yang bijaksana, yang
pantas menjadi seorang pemimpin, pantas menjadi seorang imam yang terbuka
pikiran dan hatinya, dan yang tidak hanya mengedepankan ego kelelakuainya saja.
Lantas masih pantaskah saat ini wanita
aktif / organisatoris diperlalukan kurang adil dengan memberikannya label
“pantas” merasakan gagal dalam kisah asmaranya hanya karena kekurangpahaman
pemikiran laki-laki terhadapnya???
Jawabannya saya serahkan kepada Anda
0 komentar:
Posting Komentar